Ajukan Perundingan Bipartit Kepada PT Laut United, EPZA Serahkan Surat Kepada Saleh Partaonan Daulay
SBSI Ajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi
Apindo: Penetapan Upah Minimum 2021 Beratkan Pengusaha
Oleh karena itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan kekecewaan terhadap Gubernur Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, DKI dan Sulawesi selatan serta kepala2 daerah lain yang menetapkan tidak sesuai dengan SE Menaker tersebut.
Menurut Apindo, Penetapan yang tidak sesuai dengan SE Menaker seharusnya mengacu kepada PP 78/2015, yaitu dengan mendasarkan kepada peninjauan KHL bukan malah mengambil diskresi tersendiri yang tidak mendasar.
Ketua Umum Apindo, Hariyadi B. Sukamdani mengungkapkan, dengan penetapan UM yang tidak sesuai dengan SE, pihaknya dapat memastikan bahwa akan semakin mempersulit dunia usaha yang pada ujungnya akan menyebabkan gelombang PHK besar-besaran dalam kondisi krisis.
"Selain itu, Asosiasi pengusaha pada dasarnya sulit menerima SE Menaker tersebut, karena dalam kondisi memburuknya situasi ekonomi seperti ini seharusnya UM diturunkan, sehingga kelangsungan bekerja pekerja/buruh dapat terjaga," kata Hariyadi saat konferensi pers di Jakarta. Senin (02/11)
Senada dengan itu, Wakil Sekretaris Umum Apindo yang juga Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional, Adi Mahfudz menambahkan, Saat ini kita dalam kondisi tidak normal, yaitu pandemi covid-19. Aturan PP 78 yang seyogyanya diharapkan dapat diterapkan menjadi tidak dapat diterapkan, karena situasi dan kondisi yang ada tidak memungkinkan.
Dengan demikian, katanya, kondisi UM yang ada saat ini sudah berada di atas median upah. Hal tersebut menunjukan bahwa UM yang ada saat ini sulit dijangkau oleh dunia usaha. Kondisi ini sebetulnya membuat dunia usaha kita menjadi tidak kompetitif.
"Untuk itu, Apindo mendorong pemerintah pusat untuk dapat membina kepala-kepala daerah yang melanggar SE tersebut, sehingga tercipta kepastian hukum dalam penetapan UM," pungkasnya. (Arianto)
Kapolres Majalengka Gelar Dialog Dengan Serikat Pekerja Dan Buruh Tindaklanjuti UU Omnibus Law Cipta Kerja
KSPI: Upah Minimum 2021 Naik 8 Persen
Saat Yang Tepat, Buruh Bersatu Membentuk Partai Politik
Sarbumusi NU Tolak RUU Cipta Kerja
Kampung Rakyat Indonesia Menyesalkan RUU Omnibus Law Di Sahkan
Tokoh Agama dan Masyarakat Sipil Deklarasi Dukung Pengesahan RUU Perlindungan PRT
KSBSI Tolak Pengesahan RUU Cipta Kerja
32 Serikat Pekerja Bakal Mogok Nasional
KSPI Bakal Aksi Tolak Omnibus Law Setiap Hari
Terkait dengan pembahasan tersebut, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan, pihaknya bersama KSPSI AGN dan 32 federasi yang lain meminta agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja. Selain itu, serikat pekerja juga meminta tidak ada pasal-pasal di dalam UU 13/2003 yang diubah atau dikurangi.
Dalam beberapa hari ke depan, kata Said Iqbal, KSPI, KSPSI AGN, dan 32 federasi lain melihat pembahasan pasal demi pasal tidak mengakomodir kepentingan kaum buruh dan dilakukan dengan sistem kejar tayang untuk memenuhi tenggat waktu 8 Oktober 2020.
"Maka bisa dipastikan, sambungnya, Buruh dan seluruh serikat buruh akan menggelar aksi besar-besaran yang melibatkan ratusan ribu bahkan tidak menutup kemungkinan jutaan buruh, yang dilakukan sesuai dengan mekanisme konstitusi. Aksi ini akan dilakukan secara bergelombang setiap hari di DPR RI dan DPRD di seluruh Indonesia," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis. Sabtu (27/09)
“Tidak hanya itu, lanjutnya, KSPI bersama 32 konfederasi dan federasi yang lain sedang mempertimbangkan untuk melakukan mogok nasional sesuai mekanisme konstitusi,” tegas Said Iqbal.
Dalam aksi besar-besaran tersebut sudah terkonfirmasi, tegasnya, berbagai elemen masyarakat akan bergabung dengan aksi buruh. Berbagai elemen yang siap untuk melakukan aksi bersama adalah mahasiswa, petani, nelayan, masyarakat sipil, masyarakat adat, penggiat lingkungan hidup, penggiat HAM dan lain-lain.
Oleh karena itu, Said Iqbal menambahkan, KSPI mendesak DPR RI untuk segera menghentikan pembahasan klaster ketenagakerjaan dan tidak mempunyai target waktu atau kejar tayang dalam melakukan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja.
Di sisi yang lain, imbuhnya, KSPI mengapresiasi sikap tujuh fraksi yang dalam DIM (Daftar Inventaris Masalah) menyatakan dalam sandingannya untuk kembali kepada pasal-pasal di dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003.
Dengan kata lain, Said Iqbal menekankan, draft RUU Cipta kerja klaster ketenagakerjaan dikembalikan sesuai Undang-Undang No 13 Tahun 2003. KSPI juga mengapresiasi pimpinan DPR dan Panja Baleg yang tergabung dengan tim perumus bersama serikat buruh yang menyatakan dalam sandingan DIM-nya kembali kepada isi Undang-Undang No 13 Tahun 2003.
“Namun demikian, bilamana komitmen ini dilanggar oleh DPR RI dan Panja Baleg RUU Cipta Kerja, maka bisa dipastikan perlawanan kaum buruh dan beberapa elemen masyarakat yang lain akan semakin massif,” pungkasnya. (Arianto)