Panglima TNI dan Kapolri Tinjau Bencana Alam di NTT
Putus Mata Rantai Covid - 19, Kapolsek Medan Area Terima Kunjungan Gubsu Dan Kapolda Sumut Ke Pasar Suka Ramai
Kapolri dan KSAL Sepakat Tingkatkan Sinergitas Keamanan Perairan Laut
Polsek dan Koramil Loa Janan Patroli Dan Sosialisasi Penerapan Protokol Kesehatan
Kapolres Kukar Ikuti Vicon Rapim TNI-POLRI
Kapolres, Dandim dan Walikota Jakarta Pusat Berkolaborasi Membuat Program Kampung Jaya
Babinsa Potronayan Cek Prokes Pusat Perbelanjaan
TNI Bantu Pospam Liburan Nataru
Babinsa Jayengan Sosialisasi Adaptasi Kebiasaan Baru
Danramil Berikan Arahan Saat Apel Pagi di Surakarta
Kapolda Metro Jaya Dan Pangdam Jaya Sambangi Stasiun Pasar Senen Memantau Tes Swab Antigen
Kapolres Kukar Hadiri Kunjungan Pangdam VI/Mlw Tinjau Pengembangan Kawasan Pangan Strategis Nasional
Anam: Raperpres Pelibatan TNI dalam Kontraterorisme Potensi Tumpang Tindih
Dr Yusa Djuyandi: Perlu Kontrol Demokrasi dalam Pelibatan TNI dan Militer dalam Penanganan Terorisme
Dr Yusa Djuyandi, Peneliti Bidang Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) dalam zoom meeting menyampaikan, perlu adanya kontrol demokrasi dalam pelibatan TNI dan militer dalam penanganan terorisme.
"Sebab kontrol demokrasi sangat diperlukan, supaya negara atau pemerintah dalam keterlibatan penanganan teroris tidak didasari muatan politis dan muatan emosional," kata Yusa dalam webinar Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme di Bandung. Sabtu (07/11)
Sehingga, lanjut dia, pemerintah tidak mudah memberikan cap, stempel, dan label teroris.
Selain itu, pelibatan militer dalam penanganan teroris diperbolehkan, karena merupakan bagian dari Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Akan tetapi, lanjut Yusa, pelaksanaan sendiri tidak boleh dilepaskan dari prinsip seperti objektivitas dan legitimasi.
Tak Hanya itu, tegas Yusa, pelibatan militer dalam strategi anti terorisme adalah rencana pemerintah untuk menggunakan instrumen kekuatan nasional dalam menetralisir teroris organisasi dan jaringannya agar tidak dapat menggunakan kekerasan dan menanamkan rasa takut.
Jika sudah mengganggu keamanan negara, kata Yusa, militer bisa dilibatkan, tapi dengan menggunakan kontrol demokratis, akan tetapi jika kelompok itu kemudian menggunakan kekerasan dan menanamkan rasa takut, militer bisa dilibatkan.
Disaat yang sama, Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI (Bais TNI) Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto menjelaskan, UU34/2004 sudah sangat jelas mewajibkan setiap operasi militer selain perang, termasuk operasi militer kontraterorisme, hanya dapat dilaksanakan dengan keputusan politik berupa otorisasi dari presiden dengan persetujuan DPR.
Selain itu, sambungnya, Otorisasi tersebut bersifat spesifik dan insidentil sehingga setiap operasi berbeda harus mendapatkan otorisasi tersendiri dengan batasan waktu yang jelas.
Sebaliknya, tutur Ponto, perpres pelibatan TNI dalam kontraterorisme yang merupakan turunan UU5/2018 akan memberikan payung hukum untuk TNI melakukan kontraterorisme tanpa harus mendapatkan otorisasi khusus untuk setiap operasi yang dilaksanakan dan tanpa batasan waktu yang jelas.
"Kesimpulannya, untuk mengatur TNI cukup dengan UU 34/2004 saja, karena jika diatur dalam UU5/2018 malah akan bermasalah, dikarenakan rezim hukum yang berbeda antara hukum humaniter dan hukum pidana. Lebih baik dilakukan revisi terhadap UU5/2018 terutama pasal 43 i," ucapnya. (Arianto)
Jalin Kekompakan Dan Kebersamaan Polres Majalengka Bersama Yon 321 Gelar Pertandingan Sepak Bola
Kapolres Kukar Dan Dandim 0906 Hadiri Rakor Bersama Kodam VI Mulawarman Dan Polda Kaltim Lewat Vicon
Academics TV Dan CID UIN SUSKA Riau Gelar Webinar Polemik Pelibatan TNI Dalam Penanganan Aksi Terorisme
Keterlibatan lebih besar TNI dalam penanggulangan terorisme di Indonesia dapat pula berujung pada sejumlah implikasi negatif. Pertama, keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme dapat mengalihkan fokus TNI dari fungsi profesional yang utamanya sebagai alat negara di bidang pertahanan menghadapi ancaman militer dan bersenjata di tengah meningkatnya prospek konflik bersenjata konvensional di kawasan. Kedua, penggunaan kekuatan militer dalam menanggulangi terorisme dapat dilihat sebagai reaksi yang berlebihan (over-reaction) yang justru dapat melegitimasi keberadaan kelompok teror. Ketiga, penanggulangan terorisme yang sudah dimiliterisasi cenderung sulit untuk dikembalikan (irreversible) ke kondisi politik normal (normal politics). Keempat, pengalaman beberapa negara di dunia menunjukkan bagaimana bahkan tentara yang paling profesional dan terlatih sekalipun tetap rawan melakukan pengabaian terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Peran serta TNI dalam mengatasi terorisme ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari tugas pokok TNI dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan. Karena itu, tidak perlu ada kekhawatiran terkait rencana keterlibatan TNI dalam mengatasi terorisme. Munculnya rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme itu disusun sebagai konsekuensi yuridis dari Pasal 43 Undang-Undang (UU) No 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU No 15/2003 Tentang Penetapan Perpu No 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU. Pasal 43 I ayat (1) disebutkan bahwa tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang. Pada Pasal 43 I ayat (2) mengatur secara hukum bahwa dalam mengatasi aksi terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi TNI.
Berdasarkan kondisi di atas terlihat sebuah polemik tentang pelibatan TNI dalam penanggulangan Terorisme sehingga cukup urgen untuk dibahas dalam berbagai perspektif dalam bentuk WEBINAR. Academics TV bekerjasama dengan Center for Instructional Development (CID) Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau berinisiatif melaksanakan webinar dengan tema Polemik Pelibatan TNI dalam Penanganan Aksi Terorisme yang diselenggarakan bertepatan dengan peringatan hari TNI.
Webinar ini akan dilaksanakan dengan menghadirkan beberapa nara-sumber disuatu ruangan yang memenuhi standar protokol kesehatan dan disiarkan secara online dan streaming melalui berbagai Media Sosial berbasis Internet, pada Sabtu, 10 Oktober 2020 Pukul 08.00 s/d 12.00 WIB dan disiarkan secara online melalui media live streaming channel YouTube Academics TV.
Nara sumber antara lain: Dr. Mexasai Indra, SH. MH (Ahli Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Riau); Peri Pirmansyah, SH. MH (Ahli Hukum Tata Negara dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN SUSKA Riau dan juga ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum UIN SUSKA Riau); Dr Erdianto Effendi, SH. M.Hum, Dosen UNRI; Dardiri, MA (Alumni Mc.Gill University Montreal dan Kandidat Doktor Sosiologi Universitas Padjadjaran serta peneliti pada Institute of South-east Asian Studies). Webinar ini akan dipandu oleh seorang moderator yang sudah lama aktif malang melintang dibidang kegiatan yang bertujuan memperkuat CIVIL SOCIETY yakni Mufti Makaarim.
Webinar gratis dan terbuka untuk umum, namun panitia HANYA akan mengirim Link Zoom Meeting serta e-sertifikat ke peserta yang telah mendaftarkan dirinya secara online di link: https://forms.gle/Rmb7Rm4dqX3Uu2mz8 dan link YouTube serta Facebook akan diberikan pada saat peserta melakukan pendaftaran online melalui link tersebut. (Arianto)