Seorang perempuan berinisial WD (40), pendatang dari luar Jawa yang bekerja di Pekalongan, menceritakan kisah pahitnya. Ia merantau meninggalkan suami dan anak demi mencari nafkah.
WD mengaku awalnya mampu menahan rindu terhadap keluarganya. Namun, empat bulan di Pekalongan, ia berkenalan dengan pria bujangan RZ (30), warga setempat, yang kerap mengunjunginya.
“Dia sering datang ke kontrakan, menawarkan tumpangan ke tempat kerja. Hidup sendiri di perantauan membuat saya menerima perhatiannya,” kata WD, Rabu (06/08/25).
Kedekatan tersebut berkembang menjadi hubungan teman tapi mesra (TTM) selama tiga bulan. Tanpa disangka, WD hamil. Ia terkejut namun tetap berusaha mencari solusi terbaik.
Karena suami dan anaknya berada jauh, WD memberanikan diri meminta tanggung jawab RZ. Namun, keluarga pria tersebut menolak hubungan mereka dan menentang pernikahan.
“Saya kaget dan panik. Sekarang hanya bisa berharap ada jalan keluar. Saya menyesal, apalagi saya masih istri orang,” ujarnya lirih.
WD menegaskan kesadarannya bahwa hubungan tersebut salah. Namun, ia tetap ingin RZ bertanggung jawab atas kehamilannya. Ia menilai masalah ini perlu penyelesaian resmi.
Rencananya, WD akan mengajukan mediasi melalui perangkat desa dan RT setempat. Harapannya, langkah tersebut bisa menghasilkan keputusan yang adil bagi kedua pihak.
Kasus ini menjadi perhatian warga sekitar. Selain menyentuh sisi kemanusiaan, kejadian ini memicu diskusi tentang risiko hubungan di luar nikah di lingkungan perantauan.
Pihak desa menyatakan siap memfasilitasi mediasi jika diminta. Hingga kini, belum ada kesepakatan antara WD dan keluarga RZ terkait langkah penyelesaian kasus ini.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق