Polemik royalti lagu yang menyeret nama Mie Gacoan di Bali akhirnya memancing reaksi langsung Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas. Nada bicaranya tegas, tapi sarat klarifikasi.
Ia menekankan, publik kerap salah paham. Kasus Mie Gacoan melawan Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) bukanlah ladang uang pemerintah. Satu rupiah pun, negara tak kebagian hasilnya.
Menurutnya, royalti lagu sepenuhnya hak pemilik karya. Uang tersebut hanya akan bersentuhan dengan negara jika masuk kategori pendapatan kena pajak, lalu dikenakan PPh.
"Jangan samakan royalti dengan pajak. Negara baru dapat bagian jika pendapatan dari royalti tercatat sebagai penghasilan kena pajak," ujar Supratman di Bali, 8 Agustus 2025.
Penegasan ini muncul usai ramai kabar tuntutan Rp2,2 miliar kepada PT Mitra Bali Sukses, pengelola Mie Gacoan di Bali. Tuntutan itu terkait lagu yang diputar sejak 2022.
Kasus memanas ketika Direktur PT Mitra Bali Sukses, I Gusti Ayu Sasih Ira, sempat ditetapkan tersangka. Isu ini viral, memicu pro-kontra di jagat maya.
Namun, tensi mulai mereda. Pihak Mie Gacoan akhirnya memenuhi kewajiban pembayaran royalti dan kembali mengantongi izin memutar lagu hingga akhir Desember 2025.
Supratman juga menggarisbawahi pentingnya sosialisasi agar pelaku usaha memahami aturan royalti musik, sehingga konflik serupa tidak kembali membara di kemudian hari.
Drama ini menjadi pelajaran mahal bahwa pemahaman soal Hak Kekayaan Intelektual bukan sekadar urusan hukum, tapi juga reputasi dan kepercayaan publik.
Bagi dunia usaha, satu langkah salah bisa berubah jadi badai opini yang sulit diredam, apalagi di era media sosial yang serba cepat.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق