OpenAI resmi meluncurkan GPT-5, model terbaru ChatGPT yang digadang setara kecerdasan doktor S3, dengan peningkatan drastis dibanding pendahulunya.
CEO OpenAI, Sam Altman, menyebut GPT-5 sebagai tonggak menuju Artificial General Intelligence (AGI), kecerdasan buatan yang mampu menandingi atau melampaui kemampuan manusia.
Dibanding GPT-4, GPT-5 lebih cepat memproses informasi, lebih jujur saat merespons, serta jarang memberikan jawaban salah yang terdengar meyakinkan.
Senada, Nick Turley, Head of ChatGPT, menegaskan GPT-5 mampu melakukan penalaran mendalam seperti GPT-4, namun dalam waktu jauh lebih singkat dan responsif.
Pembaruan signifikan termasuk kemampuan multimodal yang menggabungkan teks, suara, gambar, hingga video, dalam satu sistem AI terpadu untuk beragam kebutuhan.
Fitur auto-routing pintar memutuskan apakah permintaan pengguna memerlukan respons cepat atau analisis mendalam, sehingga pengalaman terasa gesit dan efisien.
Sementara itu, Olivier Godement, Head of Platform OpenAI, mengungkap GPT-5 kini lebih “tahu diri” dan mengakui keterbatasan, alih-alih berimprovisasi atau mengarang jawaban tidak akurat.
Misalnya, jika diminta membaca file yang belum diunggah, GPT-5 akan meminta pengguna melampirkannya terlebih dahulu, bukan menebak isi secara asal.
Keunggulan lainnya adalah kemampuan membuat software dari nol hanya dengan instruksi teks, memperluas fungsi untuk coding, riset ilmiah, hingga konsultasi kesehatan.
Meski mendapat sambutan hangat, sebagian pakar tetap mengingatkan perlunya regulasi. Gaia Marcus dari Ada Lovelace Institute menilai peningkatan AI harus diiringi kebijakan komprehensif.
Profesor Carissa Véliz dari Institute for Ethics in AI juga menilai sistem ini masih harus membuktikan manfaat ekonominya secara nyata.
Rilis GPT-5 menjadi sorotan global, memicu perdebatan antara inovasi teknologi dan etika penggunaannya, sekaligus membuka babak baru era kecerdasan buatan modern.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق