Nilai integritas tak cukup hanya sekadar slogan. Ia menuntut konsistensi antara ucapan, tindakan, dan hati nurani yang sejalan dengan etika serta aturan yang berlaku di institusi publik, termasuk di peradilan.
Dalam konteks lembaga peradilan, integritas seharusnya tidak menciptakan birokrasi rumit yang justru menjauhkan semangat transparansi. Sebaliknya, pimpinan dan humas pengadilan berperan penting menjaga lingkungan yang terbuka, kondusif, dan profesional.
Hal ini disampaikan Ketua Umum Forum Silaturahmi Media Mahkamah Agung RI (FORSIMEMA-RI), Syamsul Bahri, usai melakukan kunjungan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 4 Agustus 2025. Ia menyoroti akses wartawan yang dianggap terlalu berbelit.
Menurutnya, awak media yang ingin menemui juru bicara (jubir) humas harus melewati sejumlah prosedur ketat, termasuk pendaftaran di PSTP dan antrean panjang, sebelum bisa bertemu. Hal ini dinilai kontraproduktif dengan semangat keterbukaan publik.
Syamsul meminta kepada Ketua Mahkamah Agung (KMA), Prof. Dr. Sunarto SH, MH, dan Wakil Ketua MA Non Yudisial, H. Suharto SH, MHum, agar akses wartawan terhadap jubir humas pengadilan diperbaiki, khususnya yang tergabung dalam Pokja FORISMEMA-RI.
Ia berharap tidak ada kesan pilih kasih terhadap media tertentu, sebab sinergi antara pengadilan dan jurnalis merupakan bagian dari penguatan akuntabilitas dan kontrol sosial yang sah.
"Integritas bukan sekadar jargon. Ia harus hadir dalam bentuk akses yang mudah, dialogis, dan menghargai peran pers," tegas Syamsul. Peradilan harus menjadi contoh dalam membangun budaya kerja yang terbuka dan inklusif, bukan sebaliknya.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق