Emas selama ini dipandang sebagai aset safe haven, yakni instrumen investasi yang nilainya relatif stabil di tengah gejolak ekonomi dan ketidakpastian pasar global.
Namun, kini muncul paradigma baru: Bitcoin mulai dianggap memiliki karakteristik serupa dengan emas. Pandangan ini berkembang seiring meningkatnya ketidakpastian global dan minat terhadap aset kripto.
Pengusaha sekaligus pendiri Indodax, Oscar Darmawan, menjelaskan kemiripan mendasar antara emas dan Bitcoin dalam sebuah siniar YouTube Success Before 30, yang tayang 4 Agustus 2025 lalu.
Menurut Oscar, baik emas maupun Bitcoin memiliki nilai karena proses produksi yang memerlukan biaya tinggi—bukan semata karena permintaan pasar.
“Emas memiliki nilai karena biaya eksplorasi, penambangan, dan pemurnian yang besar. Demikian pula Bitcoin,” ujar Oscar menjelaskan kepada audiens siniar.
Ia mengungkapkan bahwa eksplorasi emas bisa menelan biaya sekitar USD 50 per gram, belum termasuk biaya operasional lain dalam industri pertambangan.
Selain itu, keterbatasan jumlah pasokan emas di bumi turut menjaga nilainya tetap tinggi, apalagi didukung permintaan yang terus meningkat dari berbagai sektor.
Kemiripan juga terlihat pada Bitcoin. Meski digital, proses mining Bitcoin memerlukan konsumsi energi besar dan alat khusus bernilai ratusan juta rupiah.
Oscar mengungkapkan, “Biaya listrik untuk menciptakan satu Bitcoin bisa mencapai USD 25.000. Itu belum termasuk alat dan infrastruktur pendukung.”
Faktor biaya dan keterbatasan pasokan inilah yang memperkuat posisi Bitcoin sebagai alternatif investasi jangka panjang, layaknya “emas digital”.
Meski demikian, Oscar mengingatkan, baik emas maupun Bitcoin tetap memiliki volatilitas harga yang tinggi, sehingga investor harus memahami risikonya.
Di tengah transformasi ekonomi digital, Bitcoin semakin dianggap sebagai aset lindung nilai generasi baru—mendampingi posisi emas yang telah lama dominan.
Penulis Lakalim Adalin
Editor Arianto
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق