Duta Nusantara Merdeka | Jakarta - Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Lembaga Bantuan Hukum Jalan Menuju Matahari (LBH JMM) terkait Rancangan Undang-Undang KUHAP.
Acara berlangsung di Ruang Rapat Komisi III, Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Senin (29/09/2025), sebagai bagian dari jadwal resmi Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026.
Dalam forum tersebut, LBH JMM menyampaikan pandangan kritis terkait RUU KUHAP, terutama soal perlindungan hak tersangka, kedudukan advokat, dan akses keadilan masyarakat kecil.
Pendiri LBH JMM, David Surya, menegaskan banyak hambatan advokat saat mendampingi tersangka. Biaya berkas perkara hingga pungutan liar sering menyulitkan pembelaan.
Menurutnya, ada ketidaksesuaian antara aturan KUHAP dengan praktik lapangan. Tersangka miskin kerap tidak mendapatkan pendampingan hukum layak karena keterbatasan biaya.
David mencontohkan, biaya resmi menyalin berkas perkara bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Namun kenyataannya, banyak tersangka hanya mampu membayar puluhan ribu.
Ia menekankan perlunya kewajiban negara menyediakan berkas perkara lengkap secara gratis bagi tersangka tidak mampu, baik secara fisik maupun elektronik.
Selain itu, David menyoroti lemahnya pengawasan peran advokat. Banyak tersangka hanya “ditandatangani” advokat tanpa benar-benar didampingi selama pemeriksaan berlangsung.
LBH JMM juga mengusulkan agar berita acara pemeriksaan memuat keterangan tersangka mengenai kehadiran advokat, guna memastikan pendampingan benar-benar terjadi.
Dalam RDPU, David turut menyoroti rapat permusyawaratan hakim. Ia menilai putusan kerap dibuat cepat tanpa transparansi musyawarah yang seharusnya diatur jelas dalam KUHAP.
Masalah lain adalah akses advokat menemui klien di tahanan. Jam kunjungan sering dipersempit petugas, menghambat hak tersangka memperoleh pembelaan hukum.
LBH JMM mendesak agar KUHAP baru mengatur hak advokat bertemu tersangka kapan saja untuk kepentingan pembelaan, tanpa hambatan birokrasi yang merugikan.
Selain itu, saksi karakter sering ditolak majelis hakim. Padahal, keterangan sosial terdakwa penting untuk memberikan gambaran utuh sebelum hakim menjatuhkan putusan.
Menurut David, KUHAP harus menjamin saksi karakter didengar. “Seseorang tak bisa diadili hanya dari kesalahan tunggal, tapi juga dinilai peran sosialnya,” ujarnya.
RDPU ini memperlihatkan kesenjangan nyata antara idealisme hukum tertulis dan praktik lapangan. LBH JMM menuntut DPR serius memperbaiki pasal bermasalah di RUU KUHAP.
Komisi III DPR RI menegaskan akan menampung masukan masyarakat sipil. Hasil RDPU ini akan menjadi bahan penting dalam pembahasan lebih lanjut RUU KUHAP.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق