CHED ITB Ahmad Dahlan Jakarta menggelar webinar nasional bertema "Disinsentif Fiskal Pengendalian Tembakau Indonesia: Purbaya Effect & Kontradiksi Kebijakan Cukai Rokok", Jumat (24/10/2025) melalui Zoom Meeting.
Dalam forum tersebut, Kepala CHED ITB Ahmad Dahlan, Roosita Meilani Dewi, menyoroti arah kebijakan fiskal pemerintahan Presiden Prabowo yang dinilai belum konsisten terhadap pengendalian tembakau.
Menurutnya, jika Harga Jual Eceran (HJE) rokok tidak naik pada 2026, maka rokok akan semakin terjangkau, terutama bagi anak dan remaja Indonesia.
"Cukai adalah instrumen fiskal untuk pengendalian, bukan sekadar pendapatan negara," tegas Roosita, mengingatkan agar kebijakan tidak hanya mempertimbangkan industri tembakau semata.
la menilai adanya "Purbaya Effect" kontradiksi antara komitmen pemerintah membangun SDM unggul dan keputusan menahan kenaikan cukai hasil tembakau.
Roosita juga menyoroti lemahnya sinkronisasi antara kebijakan fiskal dan non-fiskal, yang berpotensi melemahkan perlindungan kesehatan masyarakat serta efektivitas pengendalian konsumsi rokok.
"Kalau regulasi tidak tegas, industri akan terus diuntungkan, sementara rakyat menanggung beban kesehatan yang semakin mahal," ujarnya dalam sesi refleksi webinar tersebut.
la membandingkan Indonesia dengan Jepang dan Tiongkok, di mana intervensi industri rokok jauh lebih rendah dan kebijakan fiskalnya lebih berpihak pada kesehatan publik.
Menurutnya, pemerintah harus memastikan alokasi pendapatan cukai benar-benar digunakan untuk kesehatan, penegakan hukum, dan kesejahteraan sosial, bukan sekadar menambah kas negara.
CHED ITB juga mendorong agar kebijakan fiskal dan non-fiskal dibuat selaras dalam satu peta jalan (roadmap) yang menempatkan kesehatan rakyat sebagai prioritas utama.
Roosita berharap Presiden Prabowo menegakkan arah kebijakan fiskal yang pro-kesehatan, agar generasi muda terlindungi dari dampak buruk rokok dan intervensi industri.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto










ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق