Dalam webinar nasional CHED ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Jumat (24/10/2025), akademisi menyoroti kontradiksi kebijakan cukai rokok dan lemahnya disinsentif fiskal pengendalian tembakau di Indonesia.
Mukhaer Pakkanna, Advisor CHED ITB Ahmad Dahlan Jakarta, menyebut pemerintah perlu segera menentukan arah tegas kebijakan fiskal rokok demi menyelamatkan generasi muda.
Menurutnya, dua bulan menjelang akhir tahun menjadi masa krusial, karena Kementerian Keuangan biasanya mengumumkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada periode tersebut.
Mukhaer mengingatkan pernyataan Menteri Purbaya Yudhi Sadewa yang menyebut cukai tinggi sebagai perilaku "Firaun", justru menegaskan bahaya laten rokok terhadap kesehatan publik.
Ia menafsirkan istilah "Firaun" sebagai simbol pembunuhan massal akibat rokok yang merenggut nyawa jutaan jiwa, terutama generasi muda miskin di Indonesia.
Lebih jauh, Mukhaer mengkritik kuatnya intervensi industri tembakau terhadap kebijakan negara. Berdasarkan Global Tobacco Interference Index, Indonesia menempati urutan ketujuh dunia dengan skor 83.
la menilai, lobi industri yang masif mempengaruhi pengesahan undang-undang hingga kebijakan daerah, termasuk penghalangan penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai provinsi.
Mukhaer menegaskan, pemerintah harus berani melindungi rakyat, bukan tunduk pada kepentingan industri. "Masih ada dua bulan untuk menegakkan keadilan fiskal," ujarnya penuh optimisme.
la menutup dengan ajakan moral agar semua pihak bersatu mengawal kebijakan pengendalian tembakau demi menjaga bonus demografi dan masa depan bangsa dari ancaman rokok.
Jika harga rokok tetap murah, kesehatan bangsa akan semakin mahal. Pemerintah dituntut berani berpihak pada rakyat, bukan pada industri tembakau.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto










ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق