Banyak tim gagal bukan karena kurang pintar, tapi karena budaya kerja yang salah. Kesalahan kecil bisa berdampak besar.
Salah satunya, semua kegiatan harus selalu lewat prosedur resmi yang berbelit-belit. Akibatnya, proses jadi lambat dan tidak adaptif.
Lalu, rapat tanpa hasil digelar terlalu sering. Waktu produktif tim terbuang hanya untuk formalitas tanpa solusi nyata.
Instruksi yang ambigu dan tak lengkap juga sering muncul. Tim bingung arah kerja, hasil jadi asal-asalan dan membuang energi.
Banyak pimpinan malah fokus pada hal-hal tidak penting. Prioritas jadi kabur, pekerjaan penting justru terbengkalai.
Ironisnya, tugas penting malah diberikan ke orang paling tidak kompeten. Hasil buruk tak bisa dihindari, tim makin frustrasi.
Lebih parah, performa baik justru dihambat. Mereka dipersulit, sementara yang kerjanya buruk malah diberi promosi.
Hal ini membuat moral dan motivasi tim ambruk. Rasa keadilan hilang, dedikasi luntur, dan loyalitas melemah drastis.
Ditambah lagi, isu internal dan gosip kantor dibiarkan berkembang. Semua orang sibuk membahas hal tak penting.
Lingkungan kerja berubah jadi ruang drama, bukan tempat produktif. Fokus kerja menghilang, konflik makin tak terhindarkan.
Budaya negatif seperti ini pelan-pelan merusak fondasi perusahaan. Tanpa sadar, tim kehilangan arah dan semangat.
Untuk itu, perusahaan harus lebih peka. Budaya kerja sehat perlu dijaga demi pertumbuhan dan kolaborasi jangka panjang.
Pemimpin perlu hadir sebagai teladan. Tegas, adil, jelas dalam komunikasi, dan mampu menempatkan orang sesuai kapasitas.
Tim yang sehat tumbuh dari kepemimpinan yang memberdayakan. Bukan dari sistem yang memperkuat ketidakadilan.
Perusahaan kuat dibangun dari kerja tim yang solid dan nilai yang dijunjung tinggi, bukan dari jabatan atau gosip.
Bangun budaya kerja yang menghargai kontribusi nyata. Itu pondasi tim yang sukses dan organisasi yang tahan uji.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق