Di tengah hiruk pikuk dinamika bangsa, organisasi masyarakat Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI) meneguhkan kembali perannya dalam pembangunan karakter manusia Indonesia. Dalam rangka memperingati HUT ke-71, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IP-KI menggelar peringatan secara sederhana namun penuh makna, Senin (20/5), bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional.
Perayaan yang berlangsung di Kantor DPP IP-KI, Menteng, Jakarta Pusat ini dihadiri jajaran pengurus harian, Ketua Dewan Pembina, Dewan Pakar, Dewan Pertimbangan, serta unsur DPW dan DPC se-DKI Jakarta. Acara diawali dengan ziarah ke Taman Makam Pahlawan Kalibata sebagai bentuk penghormatan terhadap para pendiri dan pahlawan bangsa.
Ketua Umum DPP IP-KI, Baskara Sukarya, menegaskan bahwa pembangunan karakter manusia Indonesia adalah bentuk keberpihakan bangsa dalam mencapai cita-cita Proklamasi dan UUD 1945. “Organisasi ini lahir dari rahim perjuangan. Maka, setiap langkahnya adalah bentuk tanggung jawab terhadap bangsa dan negara,” ujar pria yang akrab disapa Pak Bas.
Baskara menyatakan bahwa IP-KI bukan sekadar organisasi nostalgia sejarah, tetapi rumah besar perjuangan ideologis yang konsisten menjaga nilai-nilai luhur kebangsaan. “Kami sadar, banyak ormas saat ini mengalami degradasi fungsi. Oleh karena itu, kami di IP-KI berkomitmen untuk menjadi ormas yang berkarakter, bukan karikatur perjuangan,” tegasnya.
Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal DPP IP-KI, Troy Aldi Pratama, menyampaikan bahwa IP-KI memiliki tanggung jawab historis dan moral. “Agenda Munas ke-XX dua tahun lalu adalah peta jalan bagi transformasi organisasi. Kami mengangkat kembali semangat dan integritas perjuangan yang kini mulai luntur di kalangan generasi muda,” katanya.
Menurut Troy, IP-KI saat ini sedang fokus pada pembentukan kaderisasi karakter bangsa berbasis nilai-nilai Pancasila dan keadaban hukum. “Kami tidak hanya bergerak di tataran seremoni. IP-KI juga aktif dalam program pembinaan pemuda, pendidikan karakter, dan advokasi kebangsaan,” lanjutnya.
Dalam sambutannya, Baskara Sukarya menyoroti perlunya kesadaran kolektif di tengah menurunnya nilai moral, penegakan hukum, dan integritas sosial. “Kita harus jujur mengakui bahwa degradasi karakter bangsa sedang terjadi. IP-KI hadir untuk menjadi kompas moral, bukan alat politik praktis,” ujarnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa kebangkitan sebuah bangsa hanya dapat terjadi apabila rakyat dan pemimpinnya memiliki sikap sadar dan mau bangkit dari keterpurukan. “Bangkit berarti sadar, bukan sekadar berdiri. Kita harus punya kehendak untuk bergerak menuju perubahan yang lebih baik,” tambahnya.
Perayaan HUT ke-71 IP-KI ditutup dengan pemotongan nasi tumpeng sebagai simbol syukur dan harapan. Dalam suasana penuh kehangatan, seluruh hadirin menyatukan semangat untuk melanjutkan perjuangan para pendahulu, memperkuat peran ormas sebagai mitra strategis pembangunan bangsa.
Ketua Dewan Pembina DPP IP-KI, Ba Idrus, menegaskan pentingnya peran ormas dalam menyuarakan kebenaran. “Sudah saatnya ormas tampil sebagai pilar moral, bukan alat mobilisasi kekuasaan. Jangan sampai kita kehilangan arah karena terlalu sibuk mengejar kepentingan pribadi,” tegasnya.
IP-KI didirikan tahun 1954 oleh tokoh-tokoh besar seperti Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, Jenderal Gatot Subroto, dan Ratu Aminah. Sejak itu, organisasi ini konsisten berkiprah dalam menjaga integritas bangsa. “Sejarah bukan sekadar cerita, tapi energi masa depan,” pungkas Pak Bas.
Melalui momentum ulang tahun ini, IP-KI menyerukan pentingnya political will pemerintah untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kebangsaan dan membuka ruang dialog yang membangun antara negara dan ormas-ormas yang memiliki integritas dan komitmen ideologis.
Dengan semangat kebangkitan nasional, IP-KI menegaskan bahwa bangsa besar hanya dapat dibangun oleh manusia-manusia yang besar pula jiwanya. “Karakter adalah kekayaan yang tak ternilai. Di sinilah IP-KI berdiri, untuk menjaga dan menghidupkan kembali warisan itu,” tutup Baskara Sukarya.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar