Misri Puspita Sari, mantan finalis Duta Muslimah, kini mendekam di tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Brigadir Nurhadi.
Wanita berusia 23 tahun asal Jambi ini bekerja sebagai pemandu karaoke di Banjarmasin dan dibayar Rp10 juta untuk menemani pesta pribadi di Gili Trawangan.
Pesta berlangsung di Villa Tekek, Lombok, pada 16 April 2025 bersama Kompol I Made Yogi dan Ipda Haris Chandra dari Propam Polda NTB.
Dalam pesta tersebut, diduga terjadi konsumsi alkohol dan narkoba sebelum akhirnya Brigadir Nurhadi ditemukan tewas di dasar kolam vila.
Misri mengaku pesta berubah menjadi horor saat Nurhadi menghilang dari pandangan dan ditemukan tak bernyawa sekitar pukul 21.00 WITA.
Polisi kemudian menahan Misri bersama dua anggota polisi lainnya yang diduga mengetahui kejadian malam itu.
Pengacara Misri, Yan Mangandar Putra, menyatakan kliennya kini mengalami gangguan psikis berat usai dijadikan tersangka.
Misri sering berteriak, menangis, bahkan seperti kerasukan saat menyebut nama Nurhadi dalam kondisi tidak sadar.
Ia mengaku melihat arwah Nurhadi yang mengisyaratkan cara ia meninggal dan siapa pelakunya.
Kondisi psikologis Misri yang memburuk membuat pihak pengacara melibatkan ahli hipnoterapi dalam proses penanganannya.
Dalam sesi hipnosis, Misri melihat sosok tanpa wajah yang melarangnya bicara tentang kejadian malam itu.
"Sosok tersebut terus muncul dan membuat Misri tertekan serta semakin tertutup saat dimintai keterangan penyidik," ujar Yan seperti dikutip dari unggahan akun x, Meta80ki, Rabu (9/7/2025).
Pihak Polda NTB masih mendalami motif dan kronologi lengkap pesta maut yang berujung pada kematian Brigadir Nurhadi.
Dugaan adanya keterlibatan oknum aparat dalam pesta gelap ini pun menambah sorotan terhadap integritas internal kepolisian.
Publik menyoroti ironi peran Misri yang dulu dielu-elukan sebagai simbol muslimah, namun kini terjebak dalam dunia malam.
Netizen ramai membahas peran "cewek bookingan" dalam pesta pejabat dan kerentanan perempuan dalam praktik eksploitasi terselubung.
Misri disebut menerima bayaran besar hanya untuk satu malam, namun harus menanggung trauma mendalam dan status tersangka.
Pemeriksaan digital forensik masih dilakukan terhadap rekaman CCTV dan ponsel pelaku guna mengungkap detik-detik terakhir Nurhadi.
Polda NTB menyebut penyelidikan masih berkembang dan tak menutup kemungkinan ada tersangka baru dari pihak kepolisian.
Komnas HAM dan LPSK pun mulai memantau kasus ini karena potensi pelanggaran hak perempuan dan penggunaan kekuasaan secara menyimpang.
Misri sempat meminta perlindungan hukum karena merasa tertekan oleh penyidik dan ancaman dari rekan pelaku lainnya.
Tragedi ini membuka fakta bahwa pesta pribadi di vila kerap menjadi tempat gelap yang menjerumuskan banyak pihak.
Publik menyerukan evaluasi pengawasan terhadap oknum aparat yang menyalahgunakan jabatan untuk kenikmatan pribadi.
Kasus ini pun menjadi refleksi bagaimana tekanan sosial, ekonomi, dan eksploitasi bisa menghancurkan hidup seorang perempuan muda.
Misri kini harus menghadapi proses hukum panjang dengan kondisi mental tak stabil, penuh rasa takut dan tekanan jiwa.
Ia berharap bisa mengungkap kebenaran dan mendapatkan perlindungan hukum, meski jalan keadilan terasa berat.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق