Publik Tanah Air digemparkan kabar pengunduran diri Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara, Joao Angelo De Sousa Mota, di fase awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Kejadian ini memicu spekulasi luas. Sebagian pihak menilai pengunduran tersebut merupakan indikasi masalah koordinasi antarinstansi, sementara pihak lain menganggapnya dinamika biasa pergantian kepemimpinan di tubuh BUMN strategis.
Kabar yang beredar menyebut salah satu alasan mundurnya Joao Angelo adalah belum turunnya anggaran dari Danantara untuk menunjang kebutuhan operasional perusahaan pelat merah itu.
Jika benar, hal ini mengindikasikan adanya tantangan dalam sinkronisasi kebijakan dan koordinasi antara lembaga keuangan negara dengan perusahaan yang mendapat penugasan strategis.
Padahal, Agrinas memegang peran vital sebagai ujung tombak swasembada pangan nasional yang menjadi prioritas utama program pemerintahan Prabowo-Gibran di sektor ketahanan pangan.
Kekosongan jabatan pucuk pimpinan pada fase awal ini berpotensi memunculkan keraguan publik terhadap kemampuan pemerintah menjaga kesinambungan program strategis tersebut.
Pengamat menilai pergantian pimpinan di awal pemerintahan sering terjadi akibat proses adaptasi sistem, gesekan visi, dan penyesuaian strategi antarunit kerja.
Namun, di sisi lain, kondisi ini juga berpotensi menjadi sinyal bahaya apabila tidak diikuti langkah cepat untuk menjaga jalannya program prioritas nasional.
Koordinasi lintas sektor dan percepatan pencairan anggaran menjadi faktor kunci yang dapat memastikan target ketahanan pangan tetap berjalan sesuai rencana awal.
“Langkah cepat dan komunikasi terbuka mutlak diperlukan agar publik tetap percaya. Penunjukan pengganti yang kompeten menjadi langkah awal strategis,” ujar salah seorang pengamat politik.
Jika respons pemerintah lambat, isu ini berpotensi dimanfaatkan pihak tertentu untuk menggiring opini negatif terhadap kinerja dan kebijakan strategis pemerintah.
Momen ini sebaiknya dijadikan bahan evaluasi menyeluruh guna memperkuat tata kelola pemerintahan, meminimalkan risiko kegagalan, serta memastikan agenda pangan tetap terjaga.
Dengan respons tepat dan pengelolaan isu yang profesional, pengunduran diri ini bisa menjadi momentum perbaikan, bukan ancaman terhadap visi besar swasembada pangan nasional.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar