Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghebohkan publik usai wacana pemungutan cukai untuk makanan asin atau produk pangan olahan bernatrium mencuat dalam rapat DPR RI.
Rencana tersebut terungkap saat Menteri Keuangan Sri Mulyani mengajukan tambahan anggaran 2026, yang salah satunya diarahkan untuk memperluas sumber penerimaan negara.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu memaparkan ada empat poin strategis, salah satunya ekspansi barang kena cukai, yang diduga mencakup produk pangan bernatrium.
Dalam paparannya, tertulis jelas kode P20B yang merujuk pada kategori pangan olahan bernatrium. Meski begitu, istilah “makanan asin” tidak disebut langsung.
“Pertama, potensi penerimaan melalui data analytic dan media sosial. Kedua, rekomendasi ekspansi barang kena cukai,” ujar Anggito saat rapat di Komisi XI DPR.
Selain itu, rencana Kemenkeu juga meliputi penguatan regulasi perpajakan, optimalisasi penerimaan negara bukan pajak, hingga perbaikan proses ekspor-impor dan logistik nasional.
Belum ada kepastian kapan cukai makanan asin akan berlaku. Namun, dokumen rencana kerja Kemenkeu menempatkan wacana ini dalam program 2026 mendatang.
Pemerintah diyakini mempertimbangkan faktor kesehatan masyarakat dan potensi penerimaan negara dari industri makanan olahan bernatrium yang konsumennya sangat besar.
Meski demikian, Direktur Jenderal Bea Cukai Djaka Budhi Utama membantah adanya penerapan cukai makanan asin dalam waktu dekat kepada awak media.
“Belum, belum, belum,” tegas Djaka singkat sebelum masuk mobil usai menghadiri rapat koordinasi pertumbuhan ekonomi di Jakarta, Senin (21/7).
Wacana ini memicu pro dan kontra. Sebagian pihak mendukung untuk alasan kesehatan, sementara lainnya khawatir harga makanan pokok akan melonjak tajam.
Publik kini menanti kejelasan regulasi dan mekanisme penerapan. Semua mata tertuju pada Kemenkeu untuk menjawab apakah 2026 menjadi tahun lahirnya cukai asin.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar