Fenomena manipulasi harga saham kembali jadi sorotan publik. Bandar kerap menggunakan pola klasik yang terstruktur, memanfaatkan psikologi pasar dan euforia investor ritel untuk meraup keuntungan besar.
Tahap pertama dikenal dengan istilah akumulasi. Pada fase ini, bandar diam-diam mengumpulkan saham di harga rendah melalui banyak broker, agar pergerakan besar tidak mudah terdeteksi.
Setelah jumlah kepemilikan sesuai target, bandar masuk ke fase mark up. Harga mulai digerakkan agresif dengan aksi beli besar, rumor positif, hingga dorongan influencer.
Volume melonjak, harga naik, dan tercipta euforia pasar. Investor ritel biasanya terjebak membeli karena takut tertinggal, berharap tren kenaikan harga masih berlanjut.
Untuk memperkuat jebakan, bandar sering menyebarkan berita baik, analisis teknikal palsu, atau sinyal breakout. Semua didesain untuk menciptakan rasa percaya diri palsu.
Memasuki fase partisipasi ritel, dana masyarakat mulai deras masuk. Bandar menggiring harga ke target tertentu sambil memanipulasi order book untuk mengendalikan psikologi pasar.
Manipulasi biasanya terlihat dari bid-offer palsu. Seolah-olah ada dukungan besar, padahal sengaja dipasang agar ritel yakin harga terus naik.
Tahap berikutnya adalah distribusi. Bandar perlahan menjual saham dalam volume besar. Harga terlihat stabil, tetapi sebenarnya siap jatuh drastis begitu distribusi selesai.
Biasanya, kondisi ini disebut buy on rumor, sell on news. Saat berita positif ramai, justru bandar melepas saham, meninggalkan ritel dalam kerugian.
Teknik pendukung seperti pump and dump, koordinasi antarbroker, serta order book engineering membuat pola manipulasi semakin sulit dibaca investor pemula.
Akhirnya, bandar meraih keuntungan maksimal, sementara investor ritel sering terjebak. Pemahaman siklus manipulasi harga sangat penting agar publik tidak menjadi korban permainan.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar