Di dunia nyata, reformasi radikal kadang lebih mengejutkan daripada fiksi. Inilah yang terjadi di Georgia ketika Mikheil Saakashvili memutuskan langkah ekstrem melawan korupsi.
Begitu menjabat presiden, ia tidak main aman. Saakashvili langsung memecat seluruh polisi lalu lintas karena institusi tersebut sudah terlalu busuk dan tak bisa diselamatkan.
Keputusan dramatis ini muncul karena korupsi di Georgia sudah dianggap penyakit turunan. Dari urusan usaha, pendidikan, hingga layanan publik, semua butuh uang pelicin.
Saakashvili memilih bukan menambal sistem, melainkan merombak total. Semua aparat lama dibersihkan, lalu direkrut polisi baru dengan gaji layak dan pengawasan ketat.
Hasilnya mengejutkan. Polisi yang biasanya identik dengan pungli berubah menjadi aparat bersih. Rakyat kembali menaruh kepercayaan terhadap hukum dan pelayanan publik.
Tak hanya berhenti pada kepolisian, ia juga memangkas birokrasi berlapis. Jalur perizinan disederhanakan agar warga bisa mengurus dokumen tanpa bayar “orang dalam”.
Pendekatan radikal ini membuat banyak pihak tercengang. Namun bagi Saakashvili, cara inilah satu-satunya agar negara lepas dari jeratan sistem bobrok.
Ia percaya membangun negara bukan soal pidato manis. Sistemlah yang menjadi kunci, bukan sosok pemimpin semata. Negara butuh fondasi tahan banting.
Saakashvili menyadari dirinya hanya “starter”. Mesin negara harus tetap berjalan meski pemimpinnya berganti, tanpa kembali ke praktik korupsi lama.
Kisah ini menjadi pelajaran bagi negara lain, termasuk Indonesia, bahwa perubahan nyata membutuhkan keberanian, sistem baru, dan tekad memutus rantai korupsi.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar