Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Sebuah novel fiksi terbaru berjudul Mei Merah 1998: Kala Arwah sukses mencuri perhatian publik. Karya sastra ini menghadirkan kembali kenangan pilu Tragedi Mei 1998 melalui kisah fiktif namun sangat emosional dan penuh makna. Mengangkat perjuangan rakyat dalam gejolak politik dan kerusuhan sosial menjelang reformasi, novel ini menjadi pengingat bahwa luka sejarah tak boleh dilupakan begitu saja.
Tokoh utama dalam novel ini sebagai saksi kehidupan pasca kerusuhan. "Salah satunya, karakter yang terinspirasi dari sosok nyata Nila Sari/Tiong Lie Fen, seorang maestro kue asal Jembatan Lima, Jakarta Barat, yang mengalami langsung peristiwa memilukan ketika rumah, toko, dan seluruh alat produksi kuenya dibakar massa. Suaminya mengalami syok berat hingga akhirnya wafat tujuh tahun kemudian," kata Naning Pranoto, Penulis Novel Mei Merah 1998: Kala Arwah Berkisah bertajuk "Mengungkap Fakta Tragedi Mei 1998" di Jakarta, Sabtu (31/05/2025).
Meski semua tokoh dalam novel ini adalah fiksi, kisah mereka mengandung kebenaran emosional yang kuat. Novel ini menyuguhkan realita getir dalam bingkai sastra, memperlihatkan bagaimana perempuan Indonesia berjuang bangkit dari puing-puing kehancuran. Penulisnya ingin menegaskan bahwa tragedi Mei 1998 bukan sekadar catatan sejarah, tetapi luka kolektif bangsa yang masih menganga.
Lebih dari itu, Naning menuturkan, Nila Sari—tokoh nyata yang menjadi inspirasi karakter novel ini—bukan hanya korban, tetapi juga simbol harapan dan keteguhan hati. Setelah seluruh hartanya dirampas, ia memilih bangkit. Memulai usaha dari nol, membuka kelas-kelas membuat kue, bahkan kembali memecahkan rekor dunia lewat karya-karyanya. Ia pernah membuat menara kue setinggi 33 meter dan dikenal sebagai "Ratu Kue Indonesia".
Yang paling menyentuh, menurut Naning, Nila tak pernah menaruh dendam pada para pelaku penjarahan. “Saya memilih berdamai. Kalau saya dendam, saya tidak bisa bangkit,” ucapnya dalam sebuah acara bedah buku. Dalam novel, semangat inilah yang ditransformasi menjadi kekuatan tokoh utama.
Mei Merah 1998: Kala Arwah bukan hanya sekadar bacaan. Ini adalah cermin kebangkitan dan daya tahan. Dengan alur cerita yang mengaduk perasaan, novel ini berhasil mengangkat aspek kemanusiaan dari sebuah tragedi nasional.
Penerbit Obor, yang menangani produksi novel ini, menyebut karya tersebut sebagai “novel sejarah emosional” yang wajib dibaca oleh generasi muda. “Buku ini adalah bentuk penghormatan terhadap para korban dan saksi sejarah,” kata perwakilan penerbit.
Tak hanya menyoroti tragedi, novel ini juga menyampaikan pesan kuat tentang persahabatan, kasih sayang, dan keberanian perempuan dalam menghadapi trauma. Melalui narasi yang jujur dan menyayat hati, pembaca diajak untuk merenung: apa yang sudah kita pelajari dari Mei 1998?
Dengan gaya penceritaan yang menyentuh dan menginspirasi, Mei Merah 1998: Kala Arwah layak menjadi referensi sastra kontemporer Indonesia. Novel ini menegaskan bahwa sejarah bukan untuk dilupakan, melainkan untuk dipelajari dan dimaknai agar tak terulang kembali.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق