Gelaran Vape Fair 2025 yang berlangsung 30–31 Agustus diwarnai kontroversi. Publik mempertanyakan, ini pesta perayaan atau pemasaran racun nikotin?
Singapura lebih dulu mengambil sikap tegas. Pemerintahnya menetapkan vape setara narkoba, dengan ancaman penegakan hukum lebih ketat untuk menekan pengguna ilegal.
Dalam pidato Hari Nasional, Perdana Menteri Lawrence Wong menegaskan kekhawatiran besar. Ia menyebut vaping ancaman nyata yang mengintai kesehatan generasi muda Singapura.
Klaim bahwa vape lebih sehat dari rokok terbantahkan. Cairan vape berisi nikotin adiktif, senyawa karsinogenik, serta perasa berbahaya yang merusak paru-paru secara permanen.
Fakta medis menunjukkan vape meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, hingga gangguan paru kronis. Vape Fair justru memberi ruang besar bagi normalisasi bahaya mematikan.
Industri vape mengemas acara dengan musik, hadiah, hingga ratusan merek. Strategi ini mirip cara lama industri rokok menciptakan generasi pecandu nikotin sejak usia muda.
Di Indonesia, survei GATS mencatat prevalensi pengguna rokok elektrik naik sepuluh kali lipat, dari 0,3 persen pada 2011 menjadi 3 persen pada 2021.
Sementara itu, jumlah perokok pasif meningkat drastis hingga 120 juta orang. Angka ini mencerminkan beban kesehatan masyarakat akibat penetrasi masif rokok elektrik.
Menurut Prof. Agus Dwi Susanto dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Indonesia bahkan menempati posisi tertinggi dunia dalam penggunaan rokok elektrik.
Data Statista Consumer Insights mengungkap sekitar 25 persen masyarakat Indonesia pernah mencoba vape. Angka ini memicu kekhawatiran serius terhadap masa depan kesehatan bangsa.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar