Di tengah krisis keuangan besar, Haruka Nishimatsu, CEO Japan Airlines, memilih langkah berbeda: memangkas gaji sendiri hingga 60 persen demi berbagi beban.
Pemotongan itu membuat penghasilan Nishimatsu hanya sekitar ¥9,6 juta per tahun, bahkan lebih rendah dibandingkan gaji bawahannya, termasuk pilot di maskapai.
Japan Airlines menghadapi utang membengkak belasan miliar dolar sejak akhir 2000-an. Krisis global 2008 memperparah situasi dengan permintaan menurun dan harga bahan bakar meningkat.
Kondisi semakin sulit saat maskapai lain bersiap memanfaatkan tambahan slot penerbangan di Haneda dan Narita. Posisi JAL kian rawan tersingkir dari persaingan.
Nishimatsu sadar restrukturisasi tak terhindarkan, termasuk pemutusan hubungan kerja. Namun, ia meyakini perubahan mesti dimulai dari pucuk pimpinan, bukan hanya menekan bawahan.
Saat JAL akhirnya tetap melakukan pemangkasan karyawan, Nishimatsu ikut memikul beban. Ia menerima gaji lebih kecil dibanding pilot yang masih aktif terbang.
Bahkan, ia rela melepas seluruh fasilitas eksekutif. Mobil dinas, sopir, hingga pakaian mahal ditanggalkan. Nishimatsu naik bus, belanja di toko diskon, dan makan di kantin.
Baginya, organisasi bukanlah piramida mutlak. Tak ada orang yang benar-benar berada di atas atau di bawah. Semua harus merasakan kesetaraan.
Di masa kepemimpinannya, JAL bergabung dengan aliansi Oneworld untuk memperkuat posisi global sekaligus belajar gaya manajemen baru yang lebih kolaboratif.
Meski JAL akhirnya bangkrut pada 2010, warisan Nishimatsu bertahan: budaya kerja manusiawi dan rasa percaya yang memperkuat loyalitas karyawan di masa sulit.
Sejak 2009, lebih dari 200 pimpinan perusahaan publik Jepang mengikuti jejaknya dengan memangkas gaji sendiri, menegaskan contoh solidaritas di tengah kesulitan.
Kepemimpinan efektif, menurut Harvard Business Review, bukan hanya menyusun strategi besar, melainkan memberi rasa aman dan kejelasan arah ketika krisis melanda.
Nishimatsu menegaskan, bila manajemen terlalu jauh dari tim, orang hanya menunggu perintah. Ia ingin karyawan berpikir mandiri dan tetap berdaya.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar