Penolakan adalah bagian tak terelakkan dari dunia penjualan. Namun, banyak tenaga penjual yang justru menyerah terlalu cepat saat mendengar kata "tidak" dari calon pelanggan.
Kepanikan, putus asa, hingga rasa malu sering muncul setelah beberapa kali gagal closing. Padahal, riset menunjukkan bahwa 80% transaksi baru terjadi setelah lima kali follow-up.
Ironisnya, 44% sales berhenti mencoba setelah sekali ditolak. Ini bukan soal kemampuan teknis semata, tapi lebih pada ketangguhan mental dan mindset yang dibentuk dalam tim sales.
Mental anti-penolakan membuat banyak prospek terbuang sia-sia. Padahal, “tidak” seringkali berarti “belum saatnya,” bukan penolakan permanen. Tim yang paham ini akan lebih sabar dan strategis dalam tindak lanjut.
Sales yang efektif tak mudah menyerah. Mereka bertanya mengapa ditolak, menawarkan alternatif, dan membangun komunikasi berbasis solusi, bukan sekadar jualan.
Mereka tahu bahwa komunikasi yang aktif dan persuasif adalah kunci meningkatkan kepercayaan dan loyalitas pelanggan, hingga akhirnya menghasilkan konversi.
Bahkan perubahan kecil dalam gaya pendekatan bisa meningkatkan rasio closing hingga 50%. Contohnya, mengajukan pertanyaan lanjutan, menjelaskan perbedaan produk, dan menawarkan nilai lebih.
Strategi seperti ini bukan teori belaka, tapi terbukti dari interaksi lapangan yang menghasilkan transaksi langsung di hari yang sama alias closing on the spot.
Sales juga harus dilatih mengubah respons terhadap penolakan, dari rasa gagal menjadi peluang edukasi. Dengan begitu, sikap profesional dan persistensi akan tumbuh secara alami.
Akhirnya, performa tim sales sangat ditentukan oleh cara pandang terhadap penolakan, strategi follow-up, dan kemampuan membangun koneksi. Bukan hanya skill, tapi mentalitas top closer yang tak gentar ditolak.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar