Kekerasan negara bukan hanya sejarah, tapi realitas yang terus mengintai kehidupan demokrasi. Hal ini menjadi sorotan utama dalam peluncuran dan diskusi buku terbaru karya Dr. Rieke Diah Pitaloka, M.Hum., berjudul “Propaganda dan Teror Kekuasaan: Kekerasan Negara Lahirkan Banalitas”, yang digelar di Jakarta, Sabtu (17/5).
Buku ini merupakan pengembangan dari tesis doktoral Rieke yang ditulis pada 2004. Dalam paparannya, Rieke menekankan bahwa kekuasaan otoriter seringkali menyulap kekerasan menjadi hal biasa dalam masyarakat. “Negara hukum tidak boleh melahirkan kekerasan,” tegasnya.
Rieke mengupas bagaimana propaganda dan teror menjadi alat kekuasaan dalam menundukkan nalar kritis rakyat. Ia menyebut, ketika komunikasi politik digantikan oleh kekerasan, maka kekuasaan sejatinya telah kehilangan legitimasi. Dalam situasi seperti ini, masyarakat pun kerap mengambil jalan kekerasan karena kehilangan kepercayaan terhadap negara.
Lebih dari sekadar kritik, buku ini menawarkan kerangka berpikir baru tentang relasi antara kekuasaan, hukum, dan hak asasi manusia. Menurut Rieke, kekuasaan negara seharusnya berfungsi untuk melindungi, bukan menindas.
Peluncuran buku ini turut dihadiri akademisi, aktivis HAM, mahasiswa, hingga tokoh masyarakat. Diskusi berlangsung hangat, menyoroti relevansi buku dalam konteks kekinian seperti konflik agraria, represi terhadap kebebasan sipil, dan pembiaran terhadap kekerasan aparat.
Buku ini menjadi pengingat bahwa kekerasan, jika dibenarkan atas nama hukum dan kekuasaan, hanya akan melahirkan masyarakat yang apatis dan permisif terhadap pelanggaran HAM. “Ketika kejahatan menjadi kebiasaan, maka banalitas kekuasaan telah tercipta,” tutup Rieke.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق