Transformasi digital administrasi kependudukan melalui tanda tangan elektronik membawa kemudahan, namun di ruang sidang masih menyisakan tantangan serius bagi hakim.
Dokumen penting seperti akta kelahiran, akta perkawinan, dan kartu keluarga kini dapat dicetak di kertas HVS biasa. Secara hukum, keabsahannya dijamin Undang-Undang ITE.
Sayangnya, proses verifikasi dokumen cetak dengan data digital asli belum sempurna. Hakim harus memastikan keaslian melalui QR Code yang terhubung ke Sistem SIAK.
Sistem tersebut memang menampilkan status aktif atau tidak aktif, namun informasi detail seperti nama orang tua, anggota keluarga, atau nomor akta lengkap sering absen.
Kekurangan data ini menyulitkan hakim dalam mencocokkan bukti materil. Padahal, dalam praktik sebelumnya, verifikasi dilakukan langsung dengan dokumen asli bertanda tangan basah.
Lebih rumit lagi, status “tidak aktif” sering muncul tanpa penjelasan. Hakim tidak tahu apakah dokumen dicabut, diperbarui, atau sekadar masalah teknis administratif.
Akibatnya, hakim kadang terpaksa mengandalkan asumsi atau meminta soft file asli. Langkah ini tidak praktis, apalagi di wilayah yang belum terbiasa teknologi digital.
Hakim Tommy Marly Mandagi dari PN Kotamobagu menegaskan perlunya perbaikan. Solusi ideal adalah menampilkan pratinjau dokumen digital lengkap saat QR Code dipindai.
Dengan begitu, hakim bisa membandingkan langsung fisik dan data digital. Transparansi ini akan mengurangi keraguan dan memperkuat dasar hukum setiap putusan pengadilan.
Meski ada kekhawatiran soal privasi, akses QR Code sebenarnya aman. Hanya pemegang dokumen fisik yang dapat memindai dan melihat data spesifik terkait.
Kolaborasi Ditjen Dukcapil dan Mahkamah Agung dinilai krusial. Penyempurnaan SIAK akan menjadikan proses peradilan lebih modern, cepat, efisien, sekaligus tetap menjaga integritas hukum.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق