Mereka menentang perampasan tanah, perbudakan modern, serta kerusakan lingkungan yang dituding dilakukan PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Ratusan petani dari Serikat Petani Pasundan, Pemersatu Petani Cianjur, dan Pergerakan Petani Banten bergabung dengan jemaat Gereja HKBP Jakarta, Bekasi, hingga Banten.
Mereka mendeklarasikan solidaritas nasional menolak praktik yang dianggap melanggar konstitusi.
Momentum aksi ini bertepatan dengan peringatan 80 tahun Kemerdekaan Indonesia. Para peserta menyerukan agar pemerintah kembali kepada amanat UUD 1945 serta Undang-undang Pokok Agraria 1960.
Sekjen KPA, Dewi Kartika, menegaskan PT TPL telah merampas tanah adat di 12 kabupaten seluas lebih dari 33 ribu hektar. Ia menyebut perusahaan juga melakukan kekerasan terhadap masyarakat adat.
Selain itu, PT TPL dituding menghancurkan hutan, melakukan perbudakan modern terhadap pekerja, mengadu domba komunitas adat, dan menjalankan operasi secara ilegal difasilitasi pemerintah. Semua tindakan ini disebut sebagai lima kejahatan agraria serius.
KPA menilai praktik monopoli tanah PT TPL telah menciptakan penderitaan struktural. “Pemerintah harus melaksanakan reforma agraria sejati demi pemulihan keadilan dan kesejahteraan masyarakat adat maupun pekerja,” ujar Dewi menekankan.
Data KPA menunjukkan lebih dari 1,8 juta petani, nelayan, dan masyarakat adat menjadi korban konflik agraria selama satu dekade terakhir. Kasus PT TPL hanyalah salah satu tragedi besar yang mencerminkan krisis nasional.
Aksi ini diselenggarakan bersama koalisi rakyat, Gereja HKBP, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), serta lembaga masyarakat sipil. Mereka menegaskan perjuangan akan terus berlanjut hingga hak masyarakat adat dipulihkan.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق