Sebuah kisah nyata menyentuh hati publik. Anak semata wayang yang sejak kecil dimanja orang tuanya kini tumbuh rapuh menghadapi kenyataan.
Sejak kecil, ia selalu menjadi pusat perhatian. Setiap kesulitan langsung diselesaikan orang tuanya. Bahkan pekerjaan rumah sekolah pun sering dikerjakan ibunya secara diam-diam.
Ia tumbuh seperti bunga dalam rumah kaca: indah dipandang, namun rapuh. Tidak terbiasa bekerja keras, ia hanya tahu hidup nyaman tanpa tantangan berarti.
Tragedi besar datang tak terduga. Sang ibu dan kakaknya, Avah, meninggal dalam kecelakaan mobil. Seketika, dunia nyaman yang ia kenal runtuh total.
Meski sudah dewasa secara usia, ia seperti anak kecil kehilangan pegangan. Tak memiliki keterampilan, ia bergantung penuh pada keluarga dan belas kasihan orang sekitar.
Kisah ini menyimpan pelajaran pahit. Terlalu melindungi anak ternyata bisa membuatnya lumpuh menghadapi realita, kehilangan daya juang, dan tak berani menghadapi kesulitan.
Pakar parenting menyoroti tujuh kesalahan besar orang tua. Pertama, semua keputusan diambil alih, sehingga anak gagal belajar menentukan arah hidupnya sendiri.
Kedua, semua urusan diurus orang tua, dari tugas sekolah hingga pekerjaan. Anak akhirnya pasif, sekadar penonton dalam hidupnya, tak terbiasa berusaha mandiri.
Ketiga, orang tua menjadi bodyguard sosial. Setiap konflik dengan teman langsung diselesaikan, membuat anak tidak pernah matang menghadapi masalah kehidupan nyata.
Keempat, orang tua terlalu takut anak susah. Semua dimudahkan, semua disediakan. Anak pun tumbuh manja, tak tahan lelah, dan tidak terbiasa bekerja keras.
Kelima, anak terlalu cepat ditolong. Padahal frustrasi adalah guru penting membentuk daya juang. Anak justru makin bergantung pada orang lain dalam menghadapi kesulitan.
Keenam, orang tua overprotective, tak memberi ruang risiko. Anak jadi penakut, minder, dan tak berani mencoba hal-hal baru dalam kehidupannya.
Ketujuh, semua keinginan dituruti. Anak jadi penuntut, mudah terluka jika dunia berkata “tidak.” Hidup keras membuatnya tidak siap menghadapi penolakan.
Kisah ini menjadi peringatan: jika semua jalan dilapangkan, kaki anak tak pernah belajar melangkah. Dunia nyata butuh mental tangguh, bukan sekadar dimanjakan.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق