Anam: Raperpres Pelibatan TNI dalam Kontraterorisme Potensi Tumpang Tindih
Dr Yusa Djuyandi: Perlu Kontrol Demokrasi dalam Pelibatan TNI dan Militer dalam Penanganan Terorisme
Dr Yusa Djuyandi, Peneliti Bidang Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) dalam zoom meeting menyampaikan, perlu adanya kontrol demokrasi dalam pelibatan TNI dan militer dalam penanganan terorisme.
"Sebab kontrol demokrasi sangat diperlukan, supaya negara atau pemerintah dalam keterlibatan penanganan teroris tidak didasari muatan politis dan muatan emosional," kata Yusa dalam webinar Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme di Bandung. Sabtu (07/11)
Sehingga, lanjut dia, pemerintah tidak mudah memberikan cap, stempel, dan label teroris.
Selain itu, pelibatan militer dalam penanganan teroris diperbolehkan, karena merupakan bagian dari Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Akan tetapi, lanjut Yusa, pelaksanaan sendiri tidak boleh dilepaskan dari prinsip seperti objektivitas dan legitimasi.
Tak Hanya itu, tegas Yusa, pelibatan militer dalam strategi anti terorisme adalah rencana pemerintah untuk menggunakan instrumen kekuatan nasional dalam menetralisir teroris organisasi dan jaringannya agar tidak dapat menggunakan kekerasan dan menanamkan rasa takut.
Jika sudah mengganggu keamanan negara, kata Yusa, militer bisa dilibatkan, tapi dengan menggunakan kontrol demokratis, akan tetapi jika kelompok itu kemudian menggunakan kekerasan dan menanamkan rasa takut, militer bisa dilibatkan.
Disaat yang sama, Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI (Bais TNI) Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto menjelaskan, UU34/2004 sudah sangat jelas mewajibkan setiap operasi militer selain perang, termasuk operasi militer kontraterorisme, hanya dapat dilaksanakan dengan keputusan politik berupa otorisasi dari presiden dengan persetujuan DPR.
Selain itu, sambungnya, Otorisasi tersebut bersifat spesifik dan insidentil sehingga setiap operasi berbeda harus mendapatkan otorisasi tersendiri dengan batasan waktu yang jelas.
Sebaliknya, tutur Ponto, perpres pelibatan TNI dalam kontraterorisme yang merupakan turunan UU5/2018 akan memberikan payung hukum untuk TNI melakukan kontraterorisme tanpa harus mendapatkan otorisasi khusus untuk setiap operasi yang dilaksanakan dan tanpa batasan waktu yang jelas.
"Kesimpulannya, untuk mengatur TNI cukup dengan UU 34/2004 saja, karena jika diatur dalam UU5/2018 malah akan bermasalah, dikarenakan rezim hukum yang berbeda antara hukum humaniter dan hukum pidana. Lebih baik dilakukan revisi terhadap UU5/2018 terutama pasal 43 i," ucapnya. (Arianto)
Jalin Kekompakan Dan Kebersamaan Polres Majalengka Bersama Yon 321 Gelar Pertandingan Sepak Bola
Kapolres Kukar Dan Dandim 0906 Hadiri Rakor Bersama Kodam VI Mulawarman Dan Polda Kaltim Lewat Vicon
Academics TV Dan CID UIN SUSKA Riau Gelar Webinar Polemik Pelibatan TNI Dalam Penanganan Aksi Terorisme
Keterlibatan lebih besar TNI dalam penanggulangan terorisme di Indonesia dapat pula berujung pada sejumlah implikasi negatif. Pertama, keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme dapat mengalihkan fokus TNI dari fungsi profesional yang utamanya sebagai alat negara di bidang pertahanan menghadapi ancaman militer dan bersenjata di tengah meningkatnya prospek konflik bersenjata konvensional di kawasan. Kedua, penggunaan kekuatan militer dalam menanggulangi terorisme dapat dilihat sebagai reaksi yang berlebihan (over-reaction) yang justru dapat melegitimasi keberadaan kelompok teror. Ketiga, penanggulangan terorisme yang sudah dimiliterisasi cenderung sulit untuk dikembalikan (irreversible) ke kondisi politik normal (normal politics). Keempat, pengalaman beberapa negara di dunia menunjukkan bagaimana bahkan tentara yang paling profesional dan terlatih sekalipun tetap rawan melakukan pengabaian terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Peran serta TNI dalam mengatasi terorisme ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari tugas pokok TNI dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan. Karena itu, tidak perlu ada kekhawatiran terkait rencana keterlibatan TNI dalam mengatasi terorisme. Munculnya rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme itu disusun sebagai konsekuensi yuridis dari Pasal 43 Undang-Undang (UU) No 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU No 15/2003 Tentang Penetapan Perpu No 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU. Pasal 43 I ayat (1) disebutkan bahwa tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang. Pada Pasal 43 I ayat (2) mengatur secara hukum bahwa dalam mengatasi aksi terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi TNI.
Berdasarkan kondisi di atas terlihat sebuah polemik tentang pelibatan TNI dalam penanggulangan Terorisme sehingga cukup urgen untuk dibahas dalam berbagai perspektif dalam bentuk WEBINAR. Academics TV bekerjasama dengan Center for Instructional Development (CID) Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau berinisiatif melaksanakan webinar dengan tema Polemik Pelibatan TNI dalam Penanganan Aksi Terorisme yang diselenggarakan bertepatan dengan peringatan hari TNI.
Webinar ini akan dilaksanakan dengan menghadirkan beberapa nara-sumber disuatu ruangan yang memenuhi standar protokol kesehatan dan disiarkan secara online dan streaming melalui berbagai Media Sosial berbasis Internet, pada Sabtu, 10 Oktober 2020 Pukul 08.00 s/d 12.00 WIB dan disiarkan secara online melalui media live streaming channel YouTube Academics TV.
Nara sumber antara lain: Dr. Mexasai Indra, SH. MH (Ahli Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Riau); Peri Pirmansyah, SH. MH (Ahli Hukum Tata Negara dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN SUSKA Riau dan juga ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum UIN SUSKA Riau); Dr Erdianto Effendi, SH. M.Hum, Dosen UNRI; Dardiri, MA (Alumni Mc.Gill University Montreal dan Kandidat Doktor Sosiologi Universitas Padjadjaran serta peneliti pada Institute of South-east Asian Studies). Webinar ini akan dipandu oleh seorang moderator yang sudah lama aktif malang melintang dibidang kegiatan yang bertujuan memperkuat CIVIL SOCIETY yakni Mufti Makaarim.
Webinar gratis dan terbuka untuk umum, namun panitia HANYA akan mengirim Link Zoom Meeting serta e-sertifikat ke peserta yang telah mendaftarkan dirinya secara online di link: https://forms.gle/Rmb7Rm4dqX3Uu2mz8 dan link YouTube serta Facebook akan diberikan pada saat peserta melakukan pendaftaran online melalui link tersebut. (Arianto)
Kapolres Kukar Berkunjung Ke Kodim 0906 Berikan Tumpeng Peringatan HUT TNI Ke - 75
Polsek Cengkareng Sidak Markas Koramil 04/CK
TNI-Polri Launching Apartemen Bebas Covid-19 di Jakarta Barat
Sebagai Mahasiswa Baru, Dina Hidayana Diwajibkan Mengikuti Rangkaian Acara Kuliah Perdana
Kabaharkam Polri Prakarsai Gerakan Ketahanan Pangan
Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Bentuk kepedulian Polri bersama TNI membantu perekonomian masyarakat dalam menghadapi “adaptasi kebiasaan baru” diwujudkan dalam kegiatan Gerakan Ketahanan Pangan dengan memanfaatkan lahan tidur di kawasan Penunggangan Barat, Cibodas Tangerang, Banten pada Jumat 17 Juli 2020.
Gerakan ketahanan pangan ini diprakarsai Kabaharkam Polri Komjen Pol Agus Andrianto bersama satu angkatan AKABRI 89 yang tergabung dalam ALTAR 89 merasa tergerak untuk membantu masyarakat yang terdampak akibat Covid-19.
“Sesuai dengan arahan Bapak Presiden dan Bapak Kapolri, dampak Covid-19 tidak hanya kesehatan saja, tetapi dampak ekonomi juga dirasakan masyarakat,” ujar Jenderal kelahiran Blora ini.
Kabaharkam Polri Komjen Pol Agus Andrianto didampingi Laksda TNI Coki Hutabarat, Kakor Binmas Baharkam Polri Irjen Pol Risyapudin Nursin bersama pejabat TNI Polri yang tergabung dalam ALTAR 89 melakukan survei lokasi seluas 11 hektar untuk dikelola yang akan dimanfaatkan untuk ketahanan pangan.
Rencananya kegiatan ini akan diadakan pada hari Sabtu tanggal 1 Agustus 2020 dengan melakukan penanaman palawija.
Selain itu juga akan dilakukan penyebaran puluhan ribu benih ikan lele, ikan mujair dan ikan gurame yang nantinya akan dikelola oleh masyarakat.
ALTAR 89 juga menyediakan 1.000 paket sembako yang nantinya akan dibagikan pada kegiatan tersebut, yang dikhususkan untuk masyarakat yang terkena PHK di masa pandemi Covid-19, petugas tempat ibadah, kaum dhu’afa, santri pondok pesantren, anak yatim, tukang ojek dan penyandang disabilitas.
Selain itu, ALTAR 89 juga secara langsung membantu biaya operasional lahan kepada Komunitas Banksasuci (Bank Sampah Sungai Cisadane) yang turut membantu melestarikan lingkungan dengan menjaga alam, khususnya sungai Cisadane dari sampah.
“Ini merupakan dukungan dari kami ALTAR 89. Semoga dukungan yang kami berikan ini bisa menjadikan contoh kepada rekan lain, begitu pula bagi Banksasuci semoga kehadirannya bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” kata Komjen Agus.
Kabaharkam berharap dengan adanya kegiatan ini dapat memicu rekan-rekan dari TNI dan Polri untuk dapat memanfaatkan lahan tidur di wilayahnya masing-masing demi membantu masyarakat yang terdampak Covid-19, terlebih menjaga ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat.
“Saya juga memohon agar keasriaannya tetap dijaga, manfaatkan ruang yang ada. Mudah-mudahan dengan pengelolaaan yang baik ini bisa bermanfaat. Karena pertanian adalah penopang kehidupan kita semua,” pungkasnya. (Arianto)
Kapolri Dan Panglima TNI Pimpin Panen Raya Dan Meninjau Lembur Tohaga Logaya Secara Virtual
FOKO Gelar Pernyataan Sikap Terkait Situasi Nasional Terkini
Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Dinamika kehidupan ideologi, politik, ekonomi dan sosial pada akhir-akhir ini telah berkembang sangat mengkhawatirkan. Kelompok radikal yang berpaham khilafahisme telah berhasil mempengaruhi berbagai unsur lapisan masyarakat dan membangun jaringan yang cukup luas. Dalam Muktamat Khilafah tahun 2013 di Gelora Bung Karno secara tegas menyatakan tidak setuju terhadap Pancasila, paham kebangsaan dan demokrasi.
Letjen TNI Purn. Soekarno, Pengurus LVRI/Foko mengatakan bahwa sisa-sisa PKI terus-menerus berusaha untuk bangkit dengan menyusup kepada partai-partai politik yang ada, manuver politik mereka yang terkini adalah mengangkat RUU “Haluan Ideologi Pancasila" (HIP) dan menolak mencantumkan TAP MPRS XXV/1966 sebagai konsideran.
Sementara itu, lanjutnya, kelompok Liberal Kapitalis lewat empat kali amandemen UUD 1945 telah berhasil meminggirkan "roh" Pancasila dan Pembukaan UUD I945 dalam kehidupan berbangsa-bernegara, menggantikannya dengan induvidualisme-liberalisme-kapitalisme. Kapital besar yang mereka miliki pada kenyataannya mampu mengendalikan dinamika sosial, politik dan ekonomi.
"Kebebasan nyaris tanpa batas yang dibuka oleh liberalisme telah menimbulkan turbulensi
ideologis yang luas dalam kehidupan sosial, politik dan ekonomi nasional. Kondisi terkini yang antara lain ditandai oleh maraknya kegaduhan di dalam masyarakat terkait isu TKA
China ditengah maraknya PHK selama pandemik Covid-19 dan merebaknya isu kebangkitan PKI telah dimanfaatkan oleh kelompok radikal, sisa-sisa PKI, serta kelompok separatis Papua untuk lebilh memperkeruh situasi," ujar Soekarno saat menyampaikan Pernyataan Sikap menyikapi SITUASI NASIONAL TERKINI pada Jumat, 12 Juni 2020 bertempat di Gedung LVRI Lantai 11, Semanggi. Jakarta Selatan.
Selain itu, kata Soekarno, Kondisi ini merupakan ancaman nyata terhadap kchidupan bermasyarakat- berbangsa-bernegara dalam wadah NKRI berdasarkan Pancasila serta semangat Bhinneka Tunggal Ika. Untuk itu kami Purnawirawan TNI/Polri menyatakan sikap, sebagai berikut:
- Pertama: Mendesak pemerintah untuk membongkar tuntas, menghentikan dan menindak
berbagai bentuk kegiatan kelompok masyarakat yang menyebarkan paham Kilafahisme yang telah memiliki basis di kampus—kampus PTN dan PTS diseluruh Indonesia, membersihkan birokrat dari anasir-anasir kelompok radikal.
- Kedua: Mendesak DPR RI untuk mencabut RUU HIP dan mendesak Pemerintah untuk menolaknya. Suatu kekeliruan yang sangat mendasar bila penjabaran Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm atau landasan bagi pembentukan UUD (Hans Nawiasky) justru diatur dalam UU.
Penjabaran Pancasila di bidang politik/pemerintahan, ekonomi, hukum, pendidikan, pertahanan serta bidang lainnya telah diatur dalam UUD 1945. Keberadaan UU HIP justru akan menimbulkan tumpang-tindih serta kekacauan dalam sistem ketatanegaraan maupun pemerintahan. Pengangkatan RUU HIP ini dinilai sangat tendensius karena terkait dengan upaya menciptakan kekacauan serta menghidupkan kembali PKI.
- Ketiga: Mengajak segenap komponen bangsa khususnya kelompok elit, untuk fokus pada upaya memerangi Covid 19, menempatkan kepentingan bangsa-negara di atas segalanya, serta tidak memanfaatkan situasi baik untuk kepentingan politik maupun ekonomi. Kepada aparat yang berwenang agar mengambil tindakan hukum secara tegas terhadap mereka yang melanggar.
- Keempat: Mendesak MPR RI, DPR RI dan Pemerintah, serta mengajak seluruh masyarakat untuk menegakkan tata kehidupan berdasarkan Pancasila secara murni dan konsekuen dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini akan berhasil hanya melalui upaya konstitusional “Kaji Ulang” Perubahan UUD 1945.
"Demikian pernyataan Purnawirawan TNI/Polri menyikapi perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dinilai telah jauh melenceng dari Pancasila," pungkasnya. (Arianto)
Bagi Sembako Personel TNI - Polri Jadi Garda Terdepan Lawan Penyebaran Virus Corona
Polres Dan Kodim 0617 Majalengka Bagikan 800 Paket Sembako Untuk Masyarakat
Pejabat Polres Dan Kodim 0617 Majalengka Bagikan Sembako "Door To Door"
Kasat Narkoba Polres Majalengka Pimpin Patroli Malam Gabungan TNI - Polri
Konflik Natuna, Rakyat Indonesia Dukung TNI Kirim Armada Tempur
Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
KONFLIK NATUNA, RAKYAT DUKUNG TNI KIRIM ARMADA TEMPUR
Jakarta, Senen 6 Desember 2020
Oleh : Wahyu A. Permana*
Pengamat Sosial dan Pertahanan
Konflik Natuna antara Indonesia dan RRC semakin meningkat akibat manuver kapal coast guard yang memback up kapal nelayan Tiongkok. Hal ini langsung disikapi oleh TNI dengan menghadirkan kapal perang plus pesawat Boing untuk mengawasi dan mengusir kapal RRC tersebut.
"Kehadiran kapal coast guard dan kapal nelayan RRC di natuna yang termasuk wilayah ZEE jelas merupakan pelanggaran kedaulatan NKRI," ungkap Wahyu A. Permana, Pengamat Sosial dan Pertahanan dalam tulisannya, pada Senen 6 Desember 2020.
Ia menegaskan! "Langkah TNI mengirimkan armada tempur harus diapresiasi dan didukung oleh seluruh rakyat Indonesia."
Manuver RRC di Laut China Selatan di wilayah ZEE secara nyata telah melanggar ketentuan internasional Konvensi Hukum PBB UNCLOS. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia sempat memprotes tindakan itu lewat pemanggilan Duta Besar Cina untuk Indonesia, Senin (30/12/2019).
Sikap tegas juga disampaikan oleh Menko Polhukam, Mahfud MD bahwa Indonesia tidak akan melakukan negosiasi dengan China untuk kasus Natuna. Bahkan, Mahfud mengatakan pemerintah akan memperkuat kapal patrol untuk menghalau kapal-kapal ikan di wilayah tersebut.
Mahfud mengungkapkan sebelumnya China juga pernah memiliki konflik dengan Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Taiwan di Laut Cina Selatan yang telah diakui oleh Southern Chinese Sea (SCS) Tribunal Tahun 2016.
*Arogansi RRC*
Namun, amat disayangkan pihak RRC malah bersikukuh bahwa mereka tidak melanggar Konvensi Hukum PBB UNCLOS. Pasalnya menurut mereka, para nelayan RRC mencari ikan di wilayah Nine Dash Line atau sembilan garis putus-putus sebagai wilayah historis Laut Cina Selatan seluas 2 juta kilometer persegi.
Namun anehnya 90 persen di wilayah yang mereka klaim sebagai hak maritimnya, melanggar batas-batas wilayah negara lain. Selain itu wilayah tersebut berjarak hingga 2.000 km dari Cina daratan. Hal ini jelas melanggar kedaulatan negara-negara lain dan wujud arogansi RRC sebagai negara adidaya.
Manuver RRC di wilayah Natuna bukanlah untuk kali pertama. Pertama, Pada Maret 2016, Indonesia berencana menangkap kapal ikan illegal China yang masuk wilayah perairan Natuna. Namun, hal tersebut malah dihalang-halangi oleh kapal Coast Guard China yang sengaja menabrak KM Kway Fey 10078.
Kedua, Pada Juli 2017, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman meluncurkan peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baru. Peta baru tersebut menitikberatkan pada perbatasan laut Indonesia dengan negara lainnya. Nama Laut China Selatan juga diganti menjadi Laut Natuna Utara.
Kebijakan pemerintah Republik Indinesia direspon negative oleh pemerintah China dengan mengatakan penyebutan nama tersebut tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan standar internasional.
*Sikap Tegas TNI*
Konflik Natuna jelas merupakan ancaman kedaulatan negara dan bangsa Indonesia. TNI langsung mengambil kebijakan untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan di wilayah tersebut dengan mengirimkan personil dan peralatan tempur.
Sikap tegas TNI ini sejalan dengan pernyataan Presiden Jokowi yang mengatakan tidak ada kompromi berkaitan dengan kedaulatan negara.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto segera menugaskan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksdya TNI Yudo Margono menyebut operasi siap tempur kali ini melibatkan Koarmada 1 dan Koopsau 1 dengan armada lima KRI, satu pesawat intai maritim, dan satu pesawat Boeing TNI AU.
TNI juga menghimbau kepada para nelayan untuk tidak takut melaut di wilayah Natuna. Justru diharapkan nelayan Indonesia mendominasi wilayah tersebut agar terlihat aktivitasnya oleh negara lain.
TNI akan melindungi para nelayan Indonesia apabila ada gangguan dari pihak nelayan negara lain. Bahkan, harapannya para nelayan bisa menjadi mata dan telinga TNI dan langsung berkoordinasi apabila ada kapal asing yang beroperasi di wilayah Natuna.
Sikap tegas TNI ini harus mendapat apresiasi dan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia. TNI telah menegaskan bahwa kedaulatan wilayah adalah harga mati dan tidak bisa ditawar dengan apapun.
Bahkan TNI telah mempersiapkan personil terbaiknya apabila harus berhadapan langsung dengan militer dari negara manapun yang ingin melakukan intervensi terhadap kedaulatan wilayah Indonesia.
Sikap TNI ini harus didukung oleh seluruh elemen bangsa termasuk para tokoh nasional yang memiliki posisi penting baik di pemerintahan maupun di lembaga legislatif. Jangan sampai ada satu orangpun yang memiliki sikap lemah dan tidak tegas terhadap ancaman kedaulatan wilayah dan kedaulatan bangsa.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus membuktikan keteguhan sikapnya dalam membela harkat dan martabat bangsa dengan mempertahankan setiap jengkal wilayah dari ancaman musuh. Kedaulatan Wilayah NKRI HARGA MATI !!! (Arianto)
Perkokoh Soliditas TNI -Polri Gelar Senam Bersama
Korban Berjatuhan Saat Demo, Indikator Gagalnya Program Promoter Polri
Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Demonstrasi mahasiswa, pemuda dan masyarakat umum merebak dalam beberapa hari ini. Kalangan pelajar juga telah ikut turun ke jalan mengungkapkan aspirasinya. Menurut para pengunjuk rasa, demonstrasi terpaksa dilakukan. Penyebabnya, karena suara-suara rakyat yang disampaikan dalam bentuk tulisan, surat terbuka, petisi, dan diskusi-seminar di berbagai tempat tidak mendapatkan respon semestinya.
Eksesnya, korban berjatuhan. Fasilitas umum dan pribadi rusak di sana-sini. Saling memaksakan kehendak menyebabkan bentrok fisik tidak terelakkan. Provokasi memanaskan suasana dan memicu amarah makin membara. Sebaran informasi situasi terkini di lokasi unjuk rasa menumbuhkan penasaran dari warga lainnya. Jadilah suasana demonstrasi semakin riuh-rendah. Letupan senapan dan lemparan berbagai benda bersahutan di suasana makin kacau-balau itu.
Terlepas dari ada atau tidaknya dalang di balik munculnya parlemen jalanan; dan juga terlepas dari relevan atau tidaknya tuntutan yang disampaikan publik peserta aksi, penanganan atas hiruk-pikuk warga itu semestinya dilakukan dengan baik dan profesional. Polisi seharusnya mengedepankan pola kerja yang melindungi, mengayomi, dan melayani. Polri adalah instrumen yang disediakan negara untuk menjaga agar geliat masyarakat dalam aktivitasnya berjalan dengan baik, lancar dan aman.
Faktanya, cara polisi selama ini menangani unjuk rasa masih belum mencerminkan sosok polisi yang ideal. Negara sudah memberikan rambu-rambu bagi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk bekerja sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Rakyat sudah membayar lunas seluruh anggota Polri, tidak lain adalah untuk melakukan tugasnya melindungi, mengayomi, dan melayani rakyat.
Korban berjatuhan tatkala unjuk rasa menunjukkan satu hal: Promoter Polri tidak mewujud di lapangan. Visi Polri untuk menjadi Polisi yang Profesional, Modern, dan Terpercaya hanya slogan di standing-standing banner di kantor-kantor polisi belaka. Promoter hanya penghias bibir Kapolri dan jajarannya.
Apakah sulit bagi Polri untuk menangani unjuk rasa tanpa kekerasan? Apakah berat bagi Polri untuk menghadapi rakyat yang berdemonstrasi dengan tidak bertameng-berpentungan? Apakah sukar bagi Polri untuk menyikapi kehadiran para pengunjuk rasa dengan tebaran senyum dan sapaan yang menyejukkan? Apakah tidak ada cara lain yang lebih baik dalam menangani kerumunan massa demonstrasi yang tidak bersenjata? Apakah mustahil bagi Polri untuk menciptakan suasana sejuk dan damai di tengah suasana memanas para demonstran?
Jika jawaban-jawaban dari deretan pertanyaan di atas adalah sulit, berat, sukar, tidak ada cara lain, dan mustahil; maka itu berarti program Promoter Polri menghadapi jalan buntu alias gagal total. Bukankah ketika jatuh korban dari pengunjuk-rasa, berarti Polisi gagal melindungi rakyat yang menggaji dia? Berarti Polisi gagal mengayomi warga yang menyediakan seragam dan peralatan kerjanya? Berarti Polisi gagal melayani masyarakat yang membelikan pakaian dalam yang digunakannya sehari-hari?
Adalah wajar jika banyak pihak bertanya: Promoternya di mana Pak Polisi? Profesional apanya? Modernnya dimana? Bagaimana bisa dipercaya?
Atau mungkin Polri akan beralibi ‘memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta menegakkan hukum’? Kembali lagi pada pertanyaan-pertanyaan di atas tadi, apakah sulit memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat yang berunjuk rasa dengan tidak menembaki warga? Apakah tidak ada cara lain yang lebih ‘profesional, modern, dan terpercaya’ selain menghadapi para demonstran dengan pentungan, gas air mata, dan hantaman kekerasan fisik?
Ayo Polri, sekali-sekali coba resep ini saat menjaga para demonstran: perbanyak polwan yang berjaga, pakai pakaian biasa, bisa berbatik ria, dan putarkan lagu dangdut di tengah ramainya para pengunjuk rasa. Dijamin acara demo berubah menjadi konser musik dangdut. Unjuk rasa dapat berlangsung lancar, damai dan everybody happy. (Arianto)
_Oleh: Wilson Lalengke_