Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) bekerja sama dengan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan (UN Women) meluncurkan "Laporan Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS) 2014-2023". Peluncuran tersebut terangkai dengan Peringatan Hari Perempuan Internasional tahun 2024.
Peluncuran laporan pertama RAN P3AKS sejak dijalankan pada tahun 2014 tersebut menjadi bentuk aksi nyata dalam mengimplementasikan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1325 terkait dengan agenda Women, Peace, and Security (WPS) terkait agenda perempuan, perdamaian, dan keamanan. Agenda WPS diadaptasikan ke dalam RAN P3AKS.
Terdapat tiga bidang yang tercakup dalam RAN P3AKS, yaitu pencegahan, penanganan, pemberdayaan, dan partisipasi. Selain terkait dengan konflik sosial, RAN P3AKS juga mengelaborasi masalah keamanan lainnya yang memberikan dampak spesifik terhadap perempuan dan anak perempuan, seperti sengketa tanah dan konflik sumber daya alam, kekerasan berbasis gender, serta disinformasi dan ujaran kebencian online maupun intoleransi dan radikalisme.
Laporan PBB mengungkap bahwa lebih dari 600 juta perempuan dan anak perempuan tinggal di negara- negara yang terdampak konflik pada tahun 2022, meningkat sebesar 50 persen sejak tahun 2017. Dari 18 perjanjian perdamaian yang dicapai pada tahun 2022, hanya enam yang memuat ketentuan khusus terkait perempuan, anak perempuan, atau berperspektif gender. Realita ini semakin menegaskan agar semua pihak memberikan perhatian dalam menjamin hak perlindungan perempuan dan anak perempuan, serta keterlibatan penuh perempuan dalam proses perdamaian.
"Laporan itu sangat penting dan strategis karena berkaitan dengan capaian pelaksanaan P3AKS dari tahun 2014-2023, sekaligus sebagai masukan bagi periode pemerintahan selanjutnya," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Jakarta, Kamis (14/03/2024).
"Laporan ini menjadi sangat penting dan strategis karena akan berakhirnya pemerintahan Joko Widodo- Ma'ruf Amin. Isinya upaya dan capaian-capaian pelaksanaan P3AKS dari 2014 sampai 2023. Hasil evaluasi dan rekomendasi di laporan sekaligus bisa menjadi masukan bagi pemerintahan yang akan datang," ujar Muhadjir.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga menyampaikan, perempuan mampu membawa perspektif, pengalaman, dan keterampilan yang unik dengan fokus pada penyembuhan dan rekonsiliasi komunitas. Bintang mengatakan, keunikan itu sangat berarti dalam proses perdamaian dan keamanan.
"Perempuan membawa perspektif, pengalaman dan keterampilan unik yang berfokus pada penyembuhan dan rekonsiliasi komunitas. Keistimewaan yang dimiliki perempuan inilah yang menjadikan partisipasinya secara berarti dalam proses perdamaian dan keamanan, meningkatkan efektivitas, legitimasi, dan keberlanjutan perdamaian dan keamanan," ucapnya.
Adapun, Laporan pelaksanaan RAN P3AKS 2014-2023 mencatat bahwa sampai akhir 2023 sudah 12 provinsi yang telah mengesahkan Rencana Aksi Daerah maupun kelompok kerja P3AKS melalui peraturan maupun surat keputusan gubernur. Hal ini menunjukkan pencapaian dalam koordinasi dan penguatan kelembagaan daerah dalam pencegahan, penanganan, dan pemberdayaan, serta mendorong partisipasi perempuan dalam situasi konflik sosial di Indonesia.
Selain itu, telah dibuatnya kerangka pemantauan dan evaluasi RAN P3AKS semakin mendukung upaya kuat pemerintah Indonesia dalam memastikan pelaksanaan yang efektif, serta ketersediaan data untuk pembuatan kebijakan terkait perempuan dan perdamaian yang lebih terinformasi.
"Pemberdayaan perempuan melalui P3AKS turut berperan dalam mendukung pencapaian program prioritas di Kemenko PMK, yaitu penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem," tambah Muhadjir.
Berkaitan dengan peringatan Hari Perempuan Internasional, Kepala Program UN Women Indonesia Dwi Faiz mengatakan, "Di tengah meningkatnya situasi konflik sosial, krisis, maupun perubahan iklim, memastikan pemenuhan hak-hak perempuan menjadi semakin penting dari sebelumnya. Perempuan dan anak perempuan terkena dampak yang sangat besar di situasi tersebut. Untuk itu, keterwakilan perempuan dalam proses pengambilan keputusan perlu ditingkatkan agar respons dan kebijakan terkait konflik sosial dan krisis akan lebih inklusif dan responsif gender."
Beberapa rekomendasi dari laporan ini, antara lain:
• Memperkuat sinergi dan kolaborasi antar sektor, termasuk keterlibatan aktif Indonesia dalam berbagai platform regional dan global untuk mendukung akselerasi agenda perempuan, perdamaian, dan keamanan di Indonesia.
• Meningkatkan mekanisme deteksi dini dan tanggap cepat, serta akses layanan bantuan untuk memperkuat perlindungan bagi perempuan dan anak di daerah terdampak konflik sosial.
• Memperbanyak program pemberdayaan ekonomi perempuan korban konflik sosial untuk memperkuat peran dan kepemimpinan perempuan dalam perdamaian.
• Mendorong penguatan sistem data, termasuk data terpilah terkait perempuan dan perdamaian untuk pengambilan keputusan dan penyusunan kebijakan.
• Memperluas cakupan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak sehingga tidak hanya terkait konflik sosial tetapi juga keamanan siber, intoleransi, ekstremisme, radikalisme/terorisme maupun bencana.
Dan yang pasti, RAN P3AKS diharapkan dapat menjadi panduan bagi pemerintah baik pusat maupun daerah, serta seluruh pemangku kepentingan lainnya dalam menjamin pemenuhan hak asasi perempuan dan anak khususnya dalam peristiwa konflik sosial dan memastikan peran bermakna perempuan dalam memelihara perdamaian. (Arianto)