Duta Nusantara Merdeka | Jakarta
Industri reksadana kembali mengalami pertumbuhan di tahun 2018. Data per awal bulan Desember, industri reksadana tercatat menembus angka Rp500 triliun atau bertumbuh sekitar 10% dari posisi akhir tahun 2017 sebesar Rp456 triliun.
PT. Syailendra Capital menggelar Media Gathering Market Outlook hari Kamis, 20 Desember 2018 pukul 10.30– 12.30 wib bertempat di Function Room PT. Syailendra Capital District 8, Treasury Tower. Lantai 39 unit 39 A Jl. Jendral Sudirman kav. 52-53, SCBD lot 28 Jakarta, dihadiri para pembicara Fajar R Hidajat selaku Presiden Direktur PT. Syailendra Capital, Ahmad Solihin selaku Direktur Investasi PT. Syailendra Capital dan Head of Fintech Tokopedia, Samuel Sentana.
Bersamaan dengan ini, Presiden Direktur PT Syailendra Capital, Fajar R Hidajat, mengatakan bahwa Dana pengelolaan (AUM / Aset Under Management) perusahaan sampai dengan posisi per tanggal 19 Desember 2018, juga mengalami peningkatan, yakni sebesar 101% dari Rp 10,043 T (posisi akhir tahun 2017) menjadi Rp20,249 T. Dengan demikian peringkat industri perusahaan di industri tembus peringkat 10 besar atau berada diposisi 8 besar sebagai manajer investasi dengan pengelolaan terbesar untuk Reksadana Terbuka (non KPD dan RDPT).
Di tahun 2018 ini, perusahaan telah mengeluarkan 11 produk baru dengan produk investasi baru yang menjadi andalannya adalah Produk reksa dana indeks, yang bernama Syailendra MSCI Value Index Fund, yang diluncurkan pada tanggal 8 Juni 2018. Produk reksadana ini dikatakan oleh Fajar, merupakan satu-satunya produk reksadana index di Indonesia yang ber-benchmark terhadap index MSCI Value Index. MSCI Ltd sendiri merupakan market leader dalam jasa penyediaan indeks. Hingga posisi 14 Desember 2018, Reksadana Syailendra MSCI Value Index ini telah membukukan imbal hasil yang signifikan, yakni sebesar 11.19% sejak diluncurkan. Pertumbuhan tersebut merupakan pertumbuhan yang tertinggi dari reksadana-reksadana index lainnya yang ada di pasaran saat ini. Per 14 Desember 2018, AUM dari reksadana ini tercatat sebesar Rp154 M.
Disampaikan pula ekspansi perusahaan di tahun 2018, dalam memperluas jaringan distribusi pemasaran perusahaan, juga memperlihatkan perkembangan yang positif. Tahap awal perusahaan dalam ekspansi jaringan distribusi perusahaan (dalam hal ini distribusi untuk pasar ritel) telah memperlihatkan hasil yang sangat memuaskan. Melalui kerja sama dengan salah satu E-commerce terbesar di Indonesia, Tokopedia, dan juga Bareksa sebagai salah satu market place penjualan reksadana online terbesar di Indonesia, Perusahaan telah berhasil memperkenalkan reksadana pasar uang perusahaan, yakni Reksadana Syailendra Dana Kas. Sejauh ini, investor di Tokopedia Reksa Dana telah tumbuh hingga 20 kali lipat sejak diluncurkan di bulan Maret 2018.
Head of Fintech Tokopedia, Samuel Sentana mengaku senang dengan perkembangan kerjasama Tokopedia Reksadana dengan Syailendra, ”Pertumbuhan jumlah investor Tokopedia Reksa Dana yang baik memperlihatkan bahwa kesadaran publik akan pentingnya investasi mulai terbangun. Melalui kerjasama dengan Syailendra, Tokopedia ingin terus mempermudah masyarakat untuk berinvestasi, bahkan dengan 10 ribu rupiah."
Setelah membukukan pertumbuhan signifikan pada dana kelolaan di tahun 2018, PT Syailendra Capital tetap optimis di tahun 2019, walaupun tahun 2019 merupakan tahun politik seiring dengan akan diselenggarakannya PEMILU.
Perusahaan menargetkan dana kelolaan bertumbuh sebesar 30% menjadi sekitar Rp27 triliun. Pertumbuhan ini ditargetkan dengan cara berinovasi baik dalam bentuk produk investasi baru, maupun jaringan distribusi pemasaran, khususnya jaringan pemasaran ritel. Hal ini akan dilakukan dengan cara terus mengembangkan kerja samanya melalui Tokopedia-bareksa dan juga melalui jaringan distribusi ritel melalui platform digital yang akan di perkenalkan kepada masyarakat pada semester - II tahun 2019.
Ditambahkan pula oleh Fajar, Tingginya minat di Tokopedia-Bareksa akan Reksa Dana menjadi alasan valid bagi Syailendra untuk mendorong edukasi bagi investor pemula. Syailendra sendiri mempersiapkan program edukasi yang didesain khusus dengan berbagai studi kasus yang relevan dengan berbagai pengalaman finansial yang dialami masyarakat. Program ini sedang dalam tahap finalisasi dan akan diluncurkan tahun 2019.
Di kesempatan yang sama pada acara tersebut, disampaikan pula pandangan market outlook di pengujung tahun 2018 dan juga untuk 2019 oleh Direktur investasi (CIO) PT Syailendra Capital, Ahmad Solihin. Pergerakan pasar modal di penghujung tahun 2018, disampaikan bahwa meskipun market masih volatile namun mulai ada perbaikan, dimulai dari reversal pergerakan arah USD. Ahmad Solihin menyampaikan, ”USD cenderung melemah dan arah arus modal mulai membalik ke negara berkembang. Namun kami masih melihat perlunya kehati-hatian dalam berinvestasi.”
Tahun 2018, volatilitas di Indonesia dan pasar modal emerging markets (EM) pada umumnya terjadi karena perang dagang US-China, risiko ekonomi dan politik di Argentina & Turki serta pelonggaran kebijakan fiskal US.
Sementara di tahun 2019, diprediksi volatilitas masih ada walaupun tidak akan setinggi tahun lalu. Isu perang dagang perlahan mulai ada titik temu karena mulai muncul news US & China kembali ke meja negoisasi. Selain itu, posisi investor di emerging market sudah relatif jauh lebih kecil sehingga penurunan lebih lanjut juga lebih terbatas. Harga minyak yang cenderung lebih stabil di bawah $70 dan akan lebih menguntungkan ekonomi Indonesia yang net importir minyak.
Reporter : Arianto