Edo Agustian, Program Manajer Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI), mengajukan pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tercatat dengan Nomor Agenda: 151070. Pengaduan tersebut menyoroti dugaan kesewenangan Yayasan Pemulihan Natura Indonesia (ULTRA) dan upaya kriminalisasi terhadap mereka yang menuntut keadilan.
"Pengaduan ini bermula dari permohonan bantuan untuk Apip, seorang pemulung yang diduga terlibat penyalahgunaan obat. Apip dirujuk ke rehabilitasi ULTRA oleh Polres Cibinong, namun keluarganya, terutama Meri, merasa dicurangi karena biaya rehab yang tidak sesuai dengan kondisi keuangan mereka," kata Edo kepada awak media di Jakarta, Selasa (05/11/2023).
Pada tanggal 19 November 2023, kuasa hukum Meri Mustikasari, Meri Mustikasari, Ade Hermawan dari Aliansi Rehabilitasi Nasional Indonesia dan juga Yayasan Mutiara Maharani dan Edo Agustian dari Persaudaraan Korban Napza Indonesia mendatangi rehabilitasi ULTRA untuk mendapatkan informasi terkait dugaan tindak pemerasan oleh pihak ULTRA kepada Meri selaku keluarga dari Apip.
Setelah semua pihak hadir termasuk pimpinan dari rehabilitasi ULTRA hadir, yaitu saudara Ferdy Gunawan. Maka dilakukanlah mediasi dengan dihadiri oleh pihak kepolisian dari Polsek terdekat dari lokasi Rehab ULTRA yang berada di Jalan Pertanian Raya, Lebak Bulus dan juga dihadiri oleh pihak Koramil setempat.
"Pada saat mediasi, Ferdy Gunawan selaku pimpinan dari ULTRA memohon agar kejadian tersebut tidak diviralkan dan disetujui oleh semua pihak dan dengan demikian permasalahan tersebut dianggap selesai," ungkap Edo.
Namun pada tanggal 27 November 2023, pihak kuasa hukum Meri, Robby Octora, SH., M. Kn, Meri Mustikasari, Ade Hermawan dan Edo Agustian dilaporkan oleh Ferdy Gunawan ke Polda Metro Jaya atas dugaan memasuki pekarangan tanpa ijin, perbuatan tidak menyenangkan dan kekerasan terhadap orang atau barang.
Keempat orang yang menjadi terlapor diatas sudah datang menghadap Penyidik Unit I, Jatanras, Polda Metro Jakarta dan diperiksa untuk memberikan klarifikasi selama hampir 5 jam. Semua terlapor akhirnya diperbolehkan pulang. Melihat situasi yang berkembang terhadap 4 orang terlapor diatas, kami melihat adanya indikasi upaya KRIMINALISASI yang dilakukan oleh pihak ULTRA.
Sementara fakta yang kami temukan ternyata berdasarkan keterangan dari pihak Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementrian Sosial Republik Indonesia dan Dinas Sosial DKI Jakarta bahwa Yayasan Natura Indonesia taua ULTRA ijin sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dan ijin rehabilitasi oleh Kemensos serta Dinas Sosial mengenai ijin operasionalnya sudah dicabut sejak lama.
Menurut Edo, Apabila semua ijin tersebut sudah dicabut, kami jadi bertanya mengenai keabsahan rehabilitasi ULTRA ini dalam prakteknya. Apakah mereka rehabilitasi yang legal secara hukum?
Satu hal lagi yang menurut kami penting untuk menjadi perhatian KOMNAS HAM adalah fakta yang disampaikan oleh Apip bahwa saat beliau berada di rehab ULTRA, beliau dikurung dalam satu ruangan yang kecil bersama 40 orang lainnya dengan kondisi tidak layak dan selama 4 hari dikurung tersebut, mereka hanya diberi makan 2 kali, masing-masing orang mendapatkan 3-4 suap nasi saja.
Seiring eskalasi permasalahan, pertanyaan seputar legalitas dan hak asasi manusia menjadi fokus utama pengawasan dalam kasus ini.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto