oleh : Haedar Nashir
“Ketum, apakah Muhammadiyah sudah punya pemakaman, saya mau pesan”, ujar Buya Syafii.
Panggilan akrab untuk Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif. Saya tertegun membaca pesan via WhatsApp tertanggal 24 Maret 2022 pukul 14.31 WIB. Ada desakkan berat di dada, entah perasaan apa. Saya tidak langsung menjawab. Setelah agak reda, saya tilpun beliau apa betul pesan itu. Beliau ternyata serius.
Saya sampaikan Muhammadiyah melalui RS PKU Muhammadiyah Gamping memang sudah memiliki Taman Makam Husnul Khatimah di Kulon Progo. Beliau senang, meski perasaan hati tetap aneh.
Lalu saya hubungi Ustadz Hamdan Hanbali yang mengurusi urusan makam itu untuk menindaklanjuti. Beberapa hari kemudian ustadz Hamdan dan Mas Budi Setiawan menyampaikan kabar bahwa urusan administrasi pesanan lahan makam Buya dan keluarga sudah selesai. Alhamdulillah.
Usai itu saya bertelpon lagi. Bakda tanya kesehatan dan ngobrol ringan, saya konfirmasi beliau urusan pemakaman, beliau menjawab sudah selesai. Beliau malah mau ikut bantu bangun masjid di sekitar makam itu.
Buya malah mengajak untuk menengok. Saya jawab, “Monggo Buya, kapan saja Buya siap, saya siap menemani”. Allah menentukan garis ajal Buya sesuai ketentuan-Nya. Jum’at 27 Mei 2022 pukul 10.15 Wib, Buya Ahmad Syafii Maarif meninggal dunia menghadap ke haribaan-Nya. Sekitar 20 menitan saya duduk bersama Mas Hafidz di samping Buya yang wajahnya tampak damai. Di samping kami ada Dokter Faisol, Bu Noordjannah, Mas Budi Setiawan, dan lain-lain. Kami tiada henti melafadzkan kalimah Laa Ilaaha ila Allah.
Sambil memegang tangannya yang mendingin, air mata tak terbendung menenami kepergian sosok teladan itu dengan kalimat terakhir Laa Ilaaha illa Allah. Lalu, kami bersama tim Dokter dan tenaga medis mengucap lirih penuh duka, Inna Lillahi wa inna Ilaihi raji’uun. Semua berasal dari Allah dan kembali kepada-Nya.
Jumat pagi jam 07.00 WIB saya bersama istri sebenarnya sudah sampai ke Klaten menuju Bandung untuk acara peresmian Gedung Pimpinan Daerah Muhammadiyah Garut Sabtu 28 Mei 2022, yang tertunda. Tapi begitu membukan Hp ada missed voice call dari Dokter Faisol, Dirut RS PKU Muhamamdiyah Gamping. Saya tilpun balik, ternyata infonya Buya kondisinya sangat menurun. “Mohon maaf Prof, Buya pagi ini tiba-tiba arrest, ini sedang penanganan tim medis”, ujarnya.
Dokter Faisol memang saya minta untuk terus up-date perkembangan dan penanganan kesehatan Buya. Tanpa pikir panjang, kami langsung balik menuju RS PKU Gamping. Tiba di ruang ICCU, Buya sedang dalam pertolongan tim dokter dan kesehatan. Kondisinya sudah melemah. Tim RS PKU sudah berikhtiar menempuh jalan medis yang optimal, tetapi Allah menentukan takdir ajal untuk Buya pagi itu. Beliau berpulang ke rahmatullah.
Kami segera berembug memulasarakan jenazah Buya. Prosesi memandikan jenazah dilakukan dengan segera dan sigap oleh tim PKU. Mengabarkan duka, menemui awak media. Menjelang shalat Jum’at jenazah Buya dibawa ke Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta untuk dishalatkan.
Jamaah yang menshalatkan sangat luar biasa, tertib dan bersambung tiada henti sampai ashar tiba. Hadir lebih awal para Menteri Kabinet Indonesia maju antara lain Menhub Budi Karya sejak di PKU, kemudian di Masjid ada Menkopolhukam Mahfud MD, Kapolri Listyanto Sigit Prabowo, serta para tokoh
bangsa dari seluruh kalangan.
Rombongan Presiden Ir. H. Joko Widodo didampingi Mensesneg Prof Pratikno dan Gubernur DIY Hamengkubuwono X tiba di Masjid pukul 14.58 WIB. Setelah shalat berjamaah Ashar dan begitu rombongan Presiden usai meshalatkan jenazah, dilakukan upacara pelepasan secara ringkas. Presiden memberikan sambutan singkat, mewakili negara menyampaikan dukacita, sekaligus kesaksian tentang kebaikan dan teladan Buya. Saya mewakili keluarga dan Muhammadiyah, menyampaikan hal yang sama.
Kita, Muhammadiyah dan bangsa Indonesia, telah kehilangan Guru Bangsa yang sikap hidupnya apa adanya, autentik. Sosok yang tulus, lurus, dan bersahaja. Dirinya seolah buku terbuka. Ketika dikritik pun, lapang dada. Egaliter dan humanis. Pemikiran dan daya hidupnya luar biasa, melintas batas. Harapannya kuat agar bangsa Indonesia tetap utuh serta para elite negeri menjadi negarawan.
Bakda ashar jenazah dibawa ke pemakaman Husnul Khatimah di Desa Donomulyo, Kecamatan Nanggulan, Kulon Proga. Tempat pemakaman baru warga Muhammadiyah yang dikelola RS PKU Muhamamdiyah Gamping. Sebenarnya Presiden menawarkan Taman Makam Pahlawan Kalibatan sebagai tempat peristirahatan terakhir untuk Buya Sayafii Maarif, apalagi Buya telah memperoleh penghargaan Bintang Mahaputra Utama dari Pemerintah tahun 2015.
Namun sesuai pesan Buya dan kesepakatan keluarga, sang Guru Bangsa itu dimakamkan di pemakaman umum Husnul Khatimah.
Sepanjang perjalanan banyak warga yang berjejer di pinggir jalan ikut melepas Buya Syafii. Kami satu kendaraan bersama Umi Cholifah Syafii Maarif sungguh haru dan terimakasih atas ketulusan warga dan jamaah mengantarkan kepergian Buya dengan takziah dan do’a yang tak terhingga. Saya menoleh Ummi
Syafii, “Ibu, Buya dicintai orang banyak, lihatlah mereka ikut melepas Buya, bahkan sempat mengajak saya untuk menengok Taman Makam Husnul Khatimah yang saat ini kita mengantarnya beliau ke peristirahatan terakhir”. Bu Syafii mengangguk lirih tanpa kata. Semua yang ada di mobil tak tertahan menahan haru. Rupanya, inilah cara Buya “menengok” makam yang ditempatinya sebagai titik pisah terakhir beliau dengan seluruh orang yang ducintainya dan mencintainya.
Tepat menjelang magrib pemakaman usai. Kami pulang dengan saling membisu, berbalut perasaan kehilangan yang tiada tara dan sepenuh pasrah kepada Sang Pemilik Kehidupan. Di tempat peristirahatan Taman Makam Husnul Khatimah, kami melepasmu dengan do'a kepasrahan kepada Allah 'Azza wa Jalla: “Buya, kami bersaksi dan bermunajat penuh harap, engkau berada di jalan husnul khatimah menuju Surga Jannatun Na’im dalam rengkuhan Ridla-Nya”. Selamat jalan Buya Ahmad Syafii Maarif, sang Guru Bangsa tercinta kami!
Sabtu 28 Mei 2022.
Kereta Turangga Yogya-Bandung