Memasuki tatanan ‘normal baru’ pada masa pandemik Covid-19 saat ini, Pemerintah memandang semakin pentingnya penerapan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan pencantuman label tanda hemat energi pada peralatan atau piranti yang digunakan oleh masyarakat. Penerapan SKEM dan label hemat energi ini tidak saja sebagai upaya Pemerintah dalam konservasi energi, tetapi juga dalam rangka melindungi dan memberikan informasi kepada konsumen dalam pemilihan piranti yang hemat energi dan efisien.
"Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, yang diturunkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, standar dan label menjadi salah satu kerangka kegiatan konservasi energi yang dilakukan melalui penerapan teknologi yang efisien energi. Penerapannya melalui penetapan dan pemberlakuan standar kinerja energi pada peralatan pemanfaat energi," kata Supriyadi, Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral saat kegiatan talkshow dengan tema "Sosialisasi tentang pemberlakuan kebijakan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Label Tanda Hemat Energi untuk Lampu LED" di Jakarta, Senin (17/10).
Lebih lanjut, Supriyadi menjelaskan, SKEM merupakan spesifikasi yang memuat sejumlah persyaratan kinerja energi minimum pada kondisi tertentu yang secara efektif dimaksudkan untuk membatasi jumlah konsumsi energi maksimum dari produk pemanfaat energi yang diijinkan. Sebagai contoh rice cooker yang diatas 50 watt dilarang di indonesia, dan dilanjutkan dengan pegujian-pengujian dengan stakeholder.
Sementara itu, Label Tanda Hemat Energi adalah label yang dicantumkan pada pemanfaat tenaga listrik untuk keperluan rumah tangga dan sejenisnya, yang menyatakan produk tersebut telah memenuhi syarat hemat energi tertentu, sesuai dengan Standar Nasional Indonesia 04-6957-2003 tentang Pemanfaat Tenaga Listrik untuk Keperluan Rumah Tangga dan Sejenisnya, yang menyatakan produk tersebut telah memenuhi syarat hemat energi tertentu. Label tanda hemat energi sebagai label komparatif, untuk membandingkan dengan produk lainnya, mana yang lebih hemat.
Tujuan penerapan SKEM dan label tanda hemat energi ini adalah melindungi dan memberikan informasi kepada konsumen dalam pemilihan peralatan rumah tangga yang hemat energi dan efisien, serta mencegah produk peralatan rumah tangga yang tidak efisien masuk ke pasar indonesia. "Konsumen dipermudah dengan tanda gambar sehingga tidak perlu berpikir lama untuk mengetahui barangnya efisien atau tidak. Tujuan berikutnya adalah kita semua tahu bahwa produk China masuk ke pasar Indonesia dengan spesifikasi dan harga sedemikian rendah. Ini akan mengganggu produk lokal yang sedang lumpuh," tandas Supriyadi.
Lebih lanjut, ia menguraikan penerapan SKEM dan label tanda hemat energi ini pun juga memberikan manfaat bagi masyarakat sebagai konsumen yaitu peluang untuk menghemat biaya listrik karena konsumsi energi peralatan rumah tangganya lebih efisien. "Jika dihubungkan dengan era normal baru sekarang, meski bekerja di rumah tagihan listrik tidak membengkak karena peralatan yang digunakan hemat energi," ujarnya.
Bagi pelaku manufaktur atau importir, kebijakan Pemerintah ini dapat mendukung terciptanya persaingan yang sehat karena setiap pabrikan mengeluarkan label masing-masing, sehingga dapat menjadi pembeda kualitas dan posisi produk sendiri dan pesaing. Sementara bagi negara dapat mewujudkan ketahanan energi dan mengurangi pengurasan sumber daya energi, serta mendukung penurunan emisi GRK.
"Jadi semakin banyak tanda bintangnya semakin hemat energi. Masyarakat akan mudah dan ini ada kriterianya. Umpamanya untuk AC ada nilai energi efisiensi rasionya, untuk lampu ada lumennya," tukas Supriyadi.
Label hemat energi di Indonesia saat ini masih bintang 4 dan sedang diupayakan untuk dapat setara dengan label hemat energi di luar negeri yang minimal bintang 5. "Bintang 1 & 2 akan kita hapus, kemudian yang bintang 3 akan kita jadikan bintang 1. Kendala kita di lapangan itu ketika kita minta peran daerah untuk pengawasan mereka sudah tidak bisa langsung untuk membuat anggaran untuk konservasi energi, jadi konservasi energi di daerah itu bukan wajib tapi pilihan," tandasnya.
Menurut Supriyadi, semua pihak harus bekerja sama dalam mensosialisasikan pentingnya pemilihan peralatan rumah tangga yang telah memiliki label hemat energi. Dimulai dengan label hemat energi sebagai aspek utama dalam pengadaan barang Pemerintah Daerah dan ditindaklanjuti dengan kepatuhan label tersebut.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, Agenda hari ini sangat penting, karena ini adalah bentuk sosialisasi meningkatkan produk dalam negeri yang harus di sosialisasikan ke masyarakat baik di provinsi maupun kabupaten kota.
Dan tentunya ini menjadi semangat kita, karena di Tahun 2026 Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) kita mencapai 50%. "Untuk mencapai itu tentu harus ada usaha-usaha sosialisasi seperti ini dan sekaligus meneruskan sosialisasi ini kepada perusahaan yang menyediakan produk dalam negeri, dan para peritel menyediakan produk dalam negeri, tinggal bagaimana kita meningkatkan pemakaian produk dalam negeri," ungkapnya.
Hadir dalam kegiatan ini, para pembicara antara lain: HENDRA ISWAHYUDI, Plt. Direktur Konservasi Energi, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur; TINI RIDA MULYANA, Ketua Dharma Wanita KESDM; VIDI HIDAYATI DADAN, Ketua Dharma Wanita Unsur Pelaksana Direktorat Jenderal EBTKE.
Turut hadir para narasumber: SUPRIYADI, Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral; TRI ANGGONO, Forum Komunikasi Laboratorium Pengujian Kelistrikan dan Efisiensi Energi (FKLPKEE); ERRI KRISNADI, Asosiasi Gabungan Industri Manufaktur Lampu Terpadu Indonesia /Gamatrindo); dan ROY NICHOLAS MANDEY, Ketua Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo). (Lak/Tha)