Ombudsman RI baru saja menyelesaikan kajian sistemik terkait pelaksanaan pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Kajian ini bertujuan mencegah maladministrasi dan meningkatkan efektivitas langkah pencegahan TPPO melalui empat aspek utama: sosialisasi, pengawasan, peningkatan koordinasi, dan regulasi.
Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro, menjelaskan bahwa kajian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya jumlah korban TPPO setiap tahun. Para korban berasal dari berbagai latar belakang ekonomi dan pendidikan, dengan modus operandi yang semakin kompleks. "Jaringan kejahatan TPPO bersifat terorganisasi maupun tidak terorganisasi, baik antarnegara maupun dalam negeri," ujar Johanes dalam acara penyerahan hasil kajian di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan pada Kamis (28/11/2024).
Hasil Kajian dan Temuan Penting
1. Sosialisasi dan Edukasi
Ombudsman menemukan sejumlah kelemahan, termasuk minimnya Rencana Aksi Daerah (RAD) TPPO, kurangnya anggaran Gugus Tugas TPPO, dan belum seragamnya kelompok sasaran sosialisasi.
2. Pengawasan
Dalam aspek pengawasan, lembaga seperti Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) dan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dinilai belum optimal. Kasus-kasus TPPO seharusnya dapat dicegah melalui pengawasan keimigrasian yang lebih ketat, termasuk proses verifikasi dokumen dan wawancara di titik pemeriksaan imigrasi.
3. Koordinasi dan Kerja Sama
Masalah koordinasi antarinstansi masih menjadi hambatan. Gugus Tugas Daerah, misalnya, belum sepenuhnya beradaptasi dengan restrukturisasi yang menjadikan Kapolri sebagai ketua harian. Sinergi antara pemerintah daerah dan penegak hukum juga dinilai kurang.
4. Regulasi
Ombudsman menilai bahwa kebijakan terkait TPPO, seperti Peraturan Presiden No. 49 Tahun 2023, belum cukup efektif. Gugus Tugas sebagai lembaga koordinatif dianggap tidak memiliki kewenangan yang memadai untuk memutus rantai kejahatan perdagangan orang.
Lebih lanjut, Ombudsman RI memberikan rekomendasi strategis kepada sejumlah pihak:
- Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan diminta menginisiasi perubahan regulasi yang lebih sesuai dengan kondisi saat ini.
- Kementerian Ketenagakerjaan diminta meningkatkan pengawasan terhadap LPK dan membuka lapangan kerja baru untuk mengurangi migrasi ilegal.
- Kementerian Imigrasi diharapkan memperkuat kemampuan petugas imigrasi dalam memverifikasi keabsahan dokumen dan mencegah praktik pemalsuan data.
- Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia diminta memastikan pengawasan ketat terhadap P3MI agar tidak terjadi penyimpangan dalam penempatan pekerja.
Johanes menekankan bahwa laporan ini bertujuan meningkatkan tata kelola pelayanan publik dalam upaya mencegah TPPO. "Penerapan saran ini diharapkan dapat memberikan pelayanan yang profesional, berkeadilan, dan memberikan kepastian hukum," pungkasnya.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar