Mentalitas mencuri barang kecil di tempat umum, seperti sendok atau gelas, dianggap sepele namun mencerminkan warisan kebiasaan buruk lintas generasi yang terus berulang di masyarakat.
Fenomena ini kerap ditemui di restoran, kafe, hingga ruang publik lainnya. Sayangnya, sebagian pelaku merasa tindakan tersebut wajar karena dianggap tidak merugikan secara langsung.
Tidak sedikit yang menganggap perilaku ini sebagai kelanjutan dari trauma sosial atau pembenaran atas kebiasaan keluarga terdahulu yang juga melakukan hal serupa.
Ketika anak melihat orang tua mengambil barang bukan miliknya tanpa sanksi sosial maupun hukum, mereka tumbuh dengan persepsi bahwa tindakan itu sah-sah saja.
Padahal, prinsip sederhana seharusnya dipegang kuat: jika bukan milikmu, jangan diambil dan jangan dikonsumsi. Kesadaran dasar ini perlahan memudar di banyak ruang publik.
Dari staf hingga pengunjung tempat umum, banyak yang sudah terbiasa dengan praktik ambil barang kecil—dengan dalih “cuma dikit”—yang sebenarnya tetap salah secara moral dan hukum.
Kebiasaan ini bahkan berdampak pada sistem sirkular seperti botol minum daur ulang yang gagal dikembalikan karena botolnya hilang diambil orang.
Bila budaya mengambil barang kecil ini terus dilanggengkan dengan pembenaran "tidak bikin kaya atau miskin", maka bangsa ini akan sulit keluar dari jerat mentalitas defisit.
Generasi kini diharapkan mampu memutus rantai kebiasaan buruk tersebut—sebagaimana trauma generasi bisa dihentikan dengan kesadaran kolektif dan perubahan perilaku.
Harapan publik saat ini bukan hanya soal penegakan hukum atas pencurian kecil, tapi juga pembentukan karakter lewat pendidikan moral dan keteladanan nyata dari lingkungan terdekat.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar