Polemik penggunaan minyak babi oleh rumah makan legendaris Ayam Goreng Widuran di Solo memantik kehebohan publik, khususnya dari kalangan muslim. Restoran yang berdiri sejak 1973 itu diketahui menggunakan minyak babi untuk menggoreng kremesan ayam. Informasi ini mencuat setelah video testimoni pelanggan viral di media sosial, menyebutkan bahwa menu yang selama ini dikira halal ternyata nonhalal.
Kekecewaan publik langsung membanjiri kolom komentar dan ulasan digital rumah makan tersebut. Banyak pelanggan, terutama muslim, merasa tertipu karena tidak pernah mendapatkan informasi bahwa makanan yang mereka konsumsi mengandung unsur nonhalal. Menyikapi sorotan tajam masyarakat, pihak Ayam Goreng Widuran akhirnya mencantumkan label “NON-HALAL” pada papan outlet dan akun media sosial resminya.
Namun, langkah ini dinilai belum cukup oleh Pemerintah Kota Solo. Wali Kota Solo, Respati Ahmad Ardianto, langsung mengeluarkan perintah penutupan sementara terhadap restoran tersebut. "Kami tidak melarang kuliner nonhalal. Namun setiap pelaku usaha wajib transparan dan bertanggung jawab terhadap informasi yang diberikan ke konsumen," tegasnya di Solo, Senin (27/5/2025).
Pemkot Solo juga mendorong agar pengelola segera mengajukan sertifikasi resmi, baik dari MUI maupun lembaga terkait lainnya. Langkah ini bertujuan untuk memastikan klasifikasi makanan halal dan nonhalal lebih jelas dan tidak menyesatkan.
Selain penutupan sementara, Pemkot juga merancang regulasi baru untuk memperkuat pengawasan sektor kuliner. Ke depan, setiap rumah makan di Solo diwajibkan mencantumkan status kehalalan secara jelas dan mudah diakses pengunjung.
Polemik ini membuka mata banyak pihak akan pentingnya informasi kehalalan dalam dunia kuliner, terutama di kota dengan mayoritas penduduk muslim seperti Solo. Warga diimbau lebih cermat saat memilih tempat makan dan tidak ragu bertanya langsung kepada pengelola mengenai bahan yang digunakan.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pelaku usaha makanan untuk lebih jujur, transparan, dan bertanggung jawab terhadap konsumen. Bagi masyarakat, ini momen untuk semakin cerdas dalam memilih makanan yang sesuai dengan keyakinan.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar