Ketua Umum Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM), Ir. I. Emir Moeis, M.Sc., menyerukan kebangkitan ideologi Marhaenisme sebagai jawaban atas tantangan zaman seperti kesenjangan sosial, krisis identitas ideologis, serta bangkitnya oligarki dan kapitalisme di Indonesia. Seruan ini disampaikan dalam Dies Natalis ke-78 GPM, yang digelar di Jakarta pada Sabtu (31/05/2025).
Menurut Emir Moeis, nilai-nilai Marhaenisme yang diperkenalkan oleh Bung Karno masih sangat relevan untuk menjawab permasalahan bangsa saat ini. “Marhaenisme adalah semangat perlawanan terhadap penindasan dan penghisapan oleh kaum kapitalis. Ini bukan sekadar ideologi, tetapi solusi konkret untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur,” ujar Emir dalam sambutannya.
Emir Moeis menekankan bahwa perjuangan GPM belum selesai. Justru saat ini menjadi masa yang paling menantang karena ancaman bukan lagi penjajahan asing, melainkan penghisapan oleh bangsa sendiri dalam bentuk ketimpangan ekonomi, kemiskinan struktural, dan minimnya kesadaran ideologis generasi muda.
“Melawan penjajah mungkin lebih mudah karena musuhnya jelas. Tapi membangun keadilan di antara bangsa sendiri jauh lebih rumit,” tegasnya.
Dalam acara yang juga dihadiri oleh 19 perwakilan Dewan Pimpinan Daerah (DPD), Emir Moeis menegaskan urgensi melakukan kaderisasi ideologis untuk Generasi Z. “Generasi muda harus memahami akar perjuangan bangsa. Jangan sampai nilai-nilai marhaenisme lenyap karena tidak ditanamkan sejak dini,” katanya.
Lebih lanjut, Ia menyampaikan rencana pembentukan kelas kader ideologis untuk mencetak “guru kader” yang akan menyebarkan ajaran Marhaenisme secara sistematis ke seluruh Indonesia. Program ini akan dilengkapi dengan modul pendidikan dan sertifikasi untuk memperkuat keabsahan ideologinya.
Disisi lain, Emir juga menyoroti proses revitalisasi GPM yang sempat vakum selama lebih dari 40 tahun akibat tekanan politik. Sejak awal 2000-an, GPM perlahan bangkit kembali dengan semangat dan struktur organisasi yang diperbarui. “Saat saya diminta menjadi Ketua Umum, DPD hanya tersisa empat atau lima. Hari ini sudah ada 19 DPD aktif. Target kita 34 provinsi bisa terwakili,” jelasnya.
Ia juga mengapresiasi semangat para kader di daerah yang dengan keterbatasan dana dan fasilitas tetap berjuang membentuk jaringan organisasi hingga ke pelosok Kalimantan dan Papua. “Mereka rela naik perahu, bis, bahkan berjalan kaki. Semangat ini yang ingin kita tularkan ke generasi muda.”
Emir Moeis juga mengungkapkan bahwa banyak anak muda yang tidak memahami apa itu Marhaenisme karena selama ini identik dengan stigma negatif. “Marhaenisme sering disalahartikan dan dikaitkan dengan komunisme. Padahal Marhaenisme adalah semangat membela rakyat kecil, bukan ideologi ekstrem.”
Bukan hanya itu, Ia menegaskan, Marhaenisme tidak bisa disamakan dengan komunisme. Justru sebaliknya, Marhaenisme adalah jalan tengah yang menggabungkan keadilan sosial, nasionalisme, dan kemandirian ekonomi. “Negara-negara Skandinavia sudah banyak menerapkan sistem sosial-demokrat yang berakar pada prinsip Marhaenis, tanpa kehilangan nilai kapitalisme sehat.”
Ke depan, Emir Moeis menargetkan penguatan organisasi GPM tidak hanya melalui jumlah, tetapi kualitas. Fokus utama GPM saat ini adalah pendidikan ideologis, penguatan struktur organisasi, dan pengembangan ekonomi kerakyatan.
“Kami ingin GPM bukan hanya dikenal karena sejarahnya, tapi karena perannya di masa depan. Dengan program kaderisasi, literasi ideologi, dan jejaring pemuda marhaenis di seluruh Indonesia, kami yakin cita-cita Bung Karno bisa kita wujudkan bersama,” tutup Emir Moeis penuh semangat.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar