Truk ODOL atau over dimension over load masih menjadi masalah serius dalam sistem logistik nasional. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan penindakan tetap berlaku penuh mulai Januari 2026.
Kendati mendapat penolakan dari sebagian sopir, terutama di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah, pemerintah tetap melanjutkan kebijakan demi keselamatan dan efisiensi nasional.
AHY menyebut, truk ODOL bukan hanya membahayakan pengguna jalan, tapi juga merusak infrastruktur jalan raya yang setiap tahun menelan anggaran hingga Rp40 triliun.
Menurutnya, banyak kecelakaan lalu lintas terjadi akibat truk bermuatan berlebih. Sayangnya, tanggung jawab sering hanya dibebankan kepada sopir, bukan pemilik barang atau perusahaan.
Penindakan ODOL dianggap perlu sebagai upaya menekan kerugian negara, mengingat besarnya dana yang dikeluarkan hanya untuk memperbaiki jalan rusak akibat beban berlebih.
"Transportasi logistik yang efisien akan membantu menurunkan biaya produksi nasional, sehingga mendukung daya saing industri dalam negeri," kata AHY, Senin (7/7).
AHY juga menyoroti pentingnya keadilan dalam penegakan hukum ODOL. Bukan hanya pengemudi, tapi juga pemilik barang harus turut bertanggung jawab atas pelanggaran yang terjadi.
Pemerintah telah memberi waktu cukup panjang untuk transisi menuju zero ODOL, termasuk sosialisasi, evaluasi teknis, dan skema logistik yang lebih adil bagi semua pelaku usaha.
Jika tidak dikendalikan, truk ODOL akan terus memperparah beban negara, baik dari sisi ekonomi, keselamatan, maupun kualitas jalan nasional dan daerah.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar