Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan mendorong permasalahan yang terkait dengan Mitra Ojek Daring dapat segera diselesaikan. Oleh karenanya, untuk mendengar dan menampung aspirasi Mitra Ojek Daring, Kemenko Polkam memfasilitasi pertemuan antara Kementerian Perhubungan dan Mitra Ojek Daring.
“Pertemuan tadi adalah hasil kesepakatan dari rapat koordinasi Kementerian/Lembaga yang dipimpin oleh Wamenko Polkam, dimana salah satunya adalah kita mendorong penyelesaian secara komprehensif permasalahan dari ojek online,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenko Polkam, Irjen Pol. Asep Jenal Ahmadi di kantor Kemenko Polkam, Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Pertemuan antara pihak pemerintah dihadiri oleh Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Pangdam Jaya, Kapolda Metro Jaya, Kantor Staf Kepresidenan, Kantor Komunikasi Pemerintah (PCO), dan Kementerian Ketenagakerjaan. Sementara itu, ada 23 orang perwakilan dari pihak Mitra Ojek Daring.
“(pertemuan) Tadi cukup baik dan cukup kondusif, semua aspirasinya telah dicatat oleh Dirjen Perhubungan Darat yang tentunya akan dibahas secara teknis oleh Kementerian Perhubungan. Tadi yang hadir kurang lebih ada 23 orang, termasuk dari daerah-daerah,” kata Asep.
Pada kesempatan tersebut, Asep menyampaikan bahwa Kemenko Polkam berperan untuk mengkoordinasi dan mendorong agar permasalahan bisa segera diselesaikan.
“Hari ini situasinya cukup baik dan aksi massa menyampaikan pendapat di muka umum bisa selesai dan tentunya kembali ke tempat masing-masing. Smuanya bisa kita tindaklanjuti dan kita mendorong, kita monitor langkah-langkah yang bisa menjadi solusi dan penyelesaian yang konstruktif,” kata Asep.
Dalam aksi yang dilakukan para Mitra Ojek Daring, ada lima tuntutan yang disampaikan. Pertama, pemberian sanksi tegas oleh Presiden RI dan Menteri Perhubungan kepada aplikator yang melanggar Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 12 Tahun 2019 dan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) KP No. 1001 Tahun 2022. Kedua, Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan antara Komisi V DPR RI, Kementerian Perhubungan, asosiasi pengemudi, dan aplikator guna membahas persoalan sistem dan regulasi transportasi daring.
Ketiga, penetapan batas potongan maksimal sebesar 10 persen dari pendapatan mitra pengemudi oleh Perusahaan aplikator, menggantikan aturan saat ini yang kerap dilanggar hingga mendekati 50%. Keempat, revisi sistem tarif penumpang, termasuk penghapusan skema-skema tarif seperti “aceng”, “slot”, “hemat”, dan “prioritas” yang dinilai merugikan pengemudi. Kelima, penetapan tarif layanan makanan dan pengiriman barang dengan melibatkan semua pihak: asosiasi pengemudi, regulator, aplikator, dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). (Ar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar