Kabut tipis menguap dari lantai hutan Toka Tamboansela, Bitung, Sulawesi Utara. Saya dan fotografer duduk di menara pengintai setinggi empat lantai.
Di kejauhan, suara berat kepakan sayap terdengar. Wug... wug... wug. Pasangan julang sulawesi akhirnya menampakkan diri, hinggap di pohon ara.
Si jantan menyuapi buah ke betina. Burung ini adalah spesies rangkong, dikenal sebagai penyebar biji hutan dan penjaga regenerasi pepohonan.
Yok Yok Hadiprakarsa, peneliti sejak 1999, menyebut rangkong sebagai "carbon superhero" karena perannya dalam menjaga ekosistem.
Sebanyak 90 persen makanan rangkong adalah buah. Sisanya hewan kecil, penting saat betina bersarang di lubang pohon.
Dengan tubuh besar dan daya jelajah hingga 37 kilometer per hari, rangkong mampu menyebar biji secara luas di hutan tropis.
Penelitian intensif oleh Suer Suryadi di Tangkoko membuktikan efektivitas rangkong sebagai agen regenerasi hutan primer.
Burung ini disebut "petani hutan" karena menyebarkan biji dari satu lokasi ke lokasi lainnya, membantu pohon-pohon baru tumbuh.
Namun, keberadaan mereka kini terancam. Hutan primer menyusut, pohon sarang langka, dan perburuan ilegal marak terjadi.
Di Kalimantan Barat, ratusan balung enggang disita. Balung digunakan untuk obat dan afrodisiak, membuatnya jadi incaran penyelundup.
Hanya enggang gading yang memiliki balung solid. Sisanya berlubang. Permintaan tinggi di Cina sebab dipercaya menyembuhkan racun.
Balai Konservasi menyita 246 balung enggang dari penyelundup asal Cina di Bandara Soekarno-Hatta. Mereka juga membawa sisik trenggiling.
Perburuan menggunakan senjata rakitan dan AK-47. Diperkirakan 80 hingga 1.800 balung dikumpulkan setiap bulan di Kalimantan.
Suara khas rangkong kini menghilang di banyak hutan. Yoki, peneliti, menyaksikan sendiri senyapnya hutan Ketapang pada 2012.
Rangkong juga punya makna budaya. Di Kalimantan Barat, ia jadi simbol Provinsi. Suku Dayak menganggapnya burung suci dan lambang kesetiaan.
Tari Kancet Lasan mencerminkan penghormatan terhadap enggang. Ia dipercaya mengantar arwah ke alam dewata.
Martinus Nanang dari Universitas Mulawarman menyebut enggang sebagai simbol kekuasaan dan keindahan bagi Dayak Benuaq.
Sayangnya, belum ada data populasi nasional. Thailand lebih maju dalam studi rangkong lewat ilmuwan Pilai Poonswad.
Yoki kini berjuang memperkirakan populasi rangkong Indonesia demi mengajukan status konservasi ke IUCN.
Pemerintah perlu memperkuat konservasi hutan primer, mengedukasi masyarakat, dan memperketat hukum terhadap penyelundup.
Rangkong bukan hanya simbol alam, tapi juga jantung regenerasi hutan Indonesia. Jika punah, kita kehilangan penjaga keseimbangan alam.
Semoga suara helikopter hutan itu tetap mengudara di langit Sulawesi, menjaga detak jantung bumi kita.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar