Investor muda Indonesia, Timothy Ronald, kembali menjadi sorotan usai melontarkan kritik tajam terhadap penggunaan jasa fund manager dalam pengelolaan reksa dana. Dalam sebuah forum publik, ia menyebut sistem tersebut merugikan investor pemula karena harus membayar biaya manajemen yang tidak sedikit.
“Begitu uang kalian masuk, mereka ketawa-ketawa dan dapat fee 3%,” ungkap Timothy dengan nada serius. Ia mempertanyakan transparansi dan efektivitas kinerja fund manager yang kerap tidak sebanding dengan hasil investasi. Kritik ini menjadi cerminan keresahan generasi muda terhadap sistem investasi konvensional.
Sebagai alternatif, Timothy menyarankan agar investor memanfaatkan teknologi untuk belajar secara mandiri. “Enggak usah kasih management fee, buka Google, cari MCI Indonesia, lihat indeksnya,” tegasnya. Ia mendorong masyarakat untuk lebih proaktif menggali informasi, menganalisis data, dan mengambil keputusan investasi sendiri.
Menurutnya, literasi keuangan adalah kunci utama untuk menghindari ketergantungan terhadap pihak ketiga. Dengan edukasi yang tepat, investor dapat mengelola aset secara efisien dan lebih hemat biaya. Perkembangan teknologi digital kini membuka akses informasi keuangan yang luas dan mudah diakses siapa saja.
Pernyataan Timothy mendapat respons positif dari komunitas investor muda yang mulai mempertanyakan nilai tambah dari manajer investasi. Di era digital ini, pendekatan mandiri dalam investasi semakin relevan, terutama bagi generasi milenial dan Gen Z yang melek teknologi.
Kritik ini sekaligus menjadi tantangan bagi pelaku industri reksa dana untuk meningkatkan transparansi, inovasi, dan memberikan nilai nyata bagi nasabah. Literasi keuangan bukan lagi sekadar tren, melainkan kebutuhan dasar dalam membangun kemandirian finansial di tengah era ekonomi digital.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar