Indonesia kini berada dalam titik kritis menghadapi epidemi tembakau. Dalam ajang 10th International Conference on Tobacco and Oral Health (ICTOH) yang digelar di Bali, Rabu 28 Mei 2025, para peserta menyuarakan seruan mendesak kepada pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas dan menyeluruh.
Epidemi tembakau telah merenggut jutaan nyawa, membebani keluarga, dan menghambat pembangunan nasional. Dalam deklarasi resmi ICTOH 2025 bertajuk “Mengungkap Taktik Industri Produk Tembakau dan Nikotin”, peserta menegaskan bahwa semua bukti ilmiah telah tersedia. Yang dibutuhkan hanyalah komitmen dan keberanian politik.
Ratifikasi FCTC WHO Jadi Tuntutan Utama
Seruan pertama dalam deklarasi adalah ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dari WHO. Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara yang belum meratifikasi perjanjian internasional tersebut, meskipun dampak buruk rokok sangat nyata dalam sektor kesehatan dan ekonomi.
Selain itu, ICTOH menyerukan peningkatan cukai rokok secara signifikan hingga minimal 75% dari harga eceran, sebagaimana rekomendasi WHO dan Bank Dunia. Struktur cukai bertingkat pun diminta dihapus demi keadilan dan efektivitas kebijakan fiskal.
Larangan TAPS dan Penguatan Kawasan Tanpa Rokok
Peserta konferensi mendesak pelarangan total atas iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau (TAPS), termasuk di platform digital dan tempat penjualan. Industri rokok juga diminta berhenti menyusupi ruang publik lewat kegiatan CSR yang menyesatkan.
Deklarasi juga menuntut penguatan kawasan tanpa rokok 100%, khususnya di ruang publik dalam ruangan, transportasi umum, dan tempat kerja. Peraturan ini harus ditegakkan tanpa pengecualian untuk melindungi masyarakat luas.
Larangan Rokok Elektronik dan Produk Baru Tembakau
ICTOH 2025 menekankan urgensi pelarangan rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan. Pemerintah diminta menyusun UU pelarangan penjualan dan penggunaan produk tersebut, termasuk pelarangan perisa, kemasan menarik, dan penjualan daring.
Mereka juga menyoroti pentingnya integrasi layanan berhenti merokok ke dalam BPJS. Hal ini mencakup akses mudah ke quitline nasional, saran singkat dari tenaga medis, hingga program berhenti merokok yang masuk dalam prioritas nasional.
Dukung Petani dan Pendidikan Bebas Tembakau
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial, dana dari cukai rokok dan DBHCHT harus dialokasikan untuk diversifikasi tanaman petani tembakau. Ini memberikan solusi jangka panjang tanpa mengorbankan sumber penghidupan mereka.
ICTOH juga mendorong penciptaan lingkungan pendidikan tanpa tembakau. Sekolah dan kampus wajib bebas dari rokok, vaping, iklan, dan sponsor industri tembakau. Pendidikan tentang bahaya rokok harus masuk kurikulum nasional.
Transparansi dan Penolakan World Tobacco Asia
Deklarasi menggarisbawahi pentingnya perlindungan kebijakan dari intervensi industri rokok. Pemerintah didorong untuk transparan dalam semua interaksi dengan produsen tembakau, termasuk menolak penyelenggaraan World Tobacco Asia yang rencananya digelar di Surabaya pada Oktober 2025.
Akhirnya, ICTOH menegaskan pentingnya riset, monitoring, dan akuntabilitas publik. Masyarakat sipil, akademisi, media, dan generasi muda harus dilibatkan aktif dalam pelaporan dan evaluasi komitmen pengendalian tembakau nasional.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar