Lonjakan kasus saraf terjepit di kalangan remaja kian mengkhawatirkan. Dokter spesialis tulang belakang Eka Hospital BSD, dr. Asrafi Rizki Gatam, menyebut kebiasaan duduk lama jadi faktor utama.
Menurut dr. Asrafi, gaya hidup sedentari dan penggunaan gadget dalam durasi panjang menyebabkan tekanan pada area punggung bawah atau lumbar.
Dalam pemaparannya, ia mengutip Jurnal *Frontiers in Surgery* yang mencatat kenaikan 6,8 persen kasus saraf kejepit pada anak usia di bawah 21 tahun.
Saraf terjepit terjadi saat jaringan lunak seperti otot atau bantalan tulang menekan saraf, umumnya pada leher, punggung bawah, dan pergelangan tangan.
Faktor risiko lainnya termasuk obesitas, cedera fisik, olahraga ekstrem, postur buruk, dan riwayat genetik dalam keluarga.
Gejala umum antara lain kesemutan, rasa terbakar, nyeri menjalar, kelemahan otot, hingga mati rasa di tangan atau kaki.
Jika ditangani sejak dini, kondisi ringan bisa membaik lewat fisioterapi, peregangan, dan koreksi postur tanpa tindakan operasi.
Namun, dalam kondisi kronis, risiko kelumpuhan hingga gangguan buang air dapat muncul jika tidak ditangani dengan tepat.
Untuk kasus berat, dr. Asrafi merekomendasikan teknik Biportal Endoscopic Spine Surgery (BESS) sebagai solusi operasi minimal invasif.
Metode BESS menggunakan dua sayatan kecil dan memungkinkan presisi tinggi, mempercepat pemulihan, serta menurunkan risiko komplikasi.
Keunggulan metode ini membuatnya cocok bagi remaja, mengingat proses penyembuhan yang lebih cepat sangat penting di masa pertumbuhan.
Pencegahan dapat dimulai dari perubahan pola duduk, pengurangan waktu layar, aktivitas fisik rutin, dan edukasi sejak usia sekolah.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar