Kementerian PUPR Tambah Pengadaan Mobil IPA Lewat Sistem e-Katalog
Garnita Partai NasDem Dumai Juara III Lomba Yel-yel
Wartawan TV dan Media Nasional Dikorbankan, Pidana Penyiaran dan UU Pers Terabaikan
Lantas bagaimana dengan wartawan kelompok konstituen Dewan Pers?
Kelompok ini sepertinya belum mau sadar dari tidur panjangnya. Sudah ternina-bobokan oleh alunan merdu suara seirama Dewan Pers dan para kaki-tangannya.
Sayangnya, kelompok ini masih saja terlena dan bangga menyandang status konstituen Dewan Pers. Wajar saja karena terbawa arus kemudahan meraih lembar rejeki saat berada di kancah peliputan. Tidak ada yang salah pada kondisi ini.
Namun faktanya, tidak sedikit wartawan TV dan Media Nasional terpaksa, maaf, menjual idealisme untuk sekedar menjaga asap dapur dan memenuhi gaya hidupnya dengan menerima amplop dari nara sumber. Sudah menjadi rahasia umum praktek itu terjadi di seluruh Indonesia.
Di satu sisi, kelompok ini, dimotori Dewan Pers, selalu membuat stigma negatif terhadap wartawan kelompok non konstituen dengan sebutan aba-abal dan menerima imbalan dalam menjalankan tugas jurnalistik. Di sisi lainnya, kenyataan di lapangan praktek yang sama juga berlaku bagi wartawan media mainstream.
Untuk membuktikan hal itu benar terjadi, maka penulis sudah melakukan riset di lapangan berdasarkan besaran gaji wartawan media mainstream. Hampir di seluruh Indonesia wartawan media mainstream menggaji wartawan tidak lebih dari Upah Minimum Provinsi atau UMP untuk level reporter. Bahkan ada banyak pula yang masih di bawah UMP.
Lebih miris lagi, sebagian besar wartawan TV nasional yang bertugas di daerah tidak digaji bulanan namun hanya berdasarkan jumlah perolehan berita yang ditayangkan medianya.
Sudah begitu tidak ada yang sadar bahwa Undang-Undang Penyiaran sangat jelas mengatur tentang kesejaheraan karyawan lembaga penyiaran swasta termasuk wartawan di dalamnya.
Pada Pasal 17 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, menyebutkan : “Lembaga Penyiaran Swasta wajib memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memiliki saham perusahaan dan memberikan bagian laba perusahaan.” Pasal ini mengatur tentang kesejahteraan wartawan dan karyawan TV wajib diberikan pembagian laba perusahaan. Bahkan pelanggaran terhadap pasal ini akan dikenakan pidana penjara dan denda uang.
Pada Pasal 57 UU Penyiaran menyebutkan : “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang: a. melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3).”
Pada kenyataannya, hampir seluruh wartawan yang bekerja di lembaga penyiaran swasta tidak diberikan haknya untuk mendapatkan pembagian laba perusahaan. Padahal berdasarkan riset AC Nielsen, media Televisi paling besar mendapatkan porsi belanja iklan nasional yang tidak pernah kurang dari 100 triliun rupiah setiap tahunnya sejak tahun 2015.
Seharusnya laba bersih triliunan rupiah media TV sebagiannya wajib dibagi kepada wartawan dan karyawan TV sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Penyiaran. Jika itu dilanggar maka sanksi pidana 5 tahun dan denda 10 milyar rupiah harus dikenakan kepada pimpinan perusahaan lembaga penyiaran swasta yang tidak pernah memberikan kewajiban tersebut.
Sampai hari ini belum ada sikap dari Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI untuk menegakan aturan pada pasal 17 Ayat (3) dan Pasal 57 huruf a pada Undang-Undang Penyiaran ini. Hak-hak wartawan dan karyawan tidak diperjuangkan meski ada aturan dan sanksi pidana 5 tahun penjara dan denda 10 milyar rupiah bagi perusahaan yang mengabaikannya.
Bagaimana dengan perusahaan pers? Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers juga mengatur tentang kesejahteraan wartawan. Meski tidak ada sanksi yang mengatur jika perusahaan pers mengabaikannya.
Pada pasal 10 UU Pers jelas menyebutkan: “Perusahaan Pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.
Sayangnya wartawan konstituen Dewan Pers yang selama ini berlindung dan bangga pada Dewan Pers tidak sadar dibiarkan menjadi “Pengemis Sakti” dalam menjalankan profesinya. Pada kondisi ini penulis teringat dengan judul lagu lawas “ Tidak ada dusta di antara kita”.
Apa dampak dari kondisi ini, solidaritas pers nyaris mati di antara kedua kelompok ini. Ketika salah satu wartawan anggota kelompok non konstituen menjadi korban kekerasan atau diskriminasi, kelompok lainnya merespon dingin dan seolah hanya sekedar informasi biasa saja.
Akan halnya kejadian wartawan Marasalem Harahap, Pimred media Laser News di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, tewas ditembak oleh orang tak dikenal. Tapi peristiwa besar itu tidak diekspose secara besar-besaran oleh media TV nasional. Seharusnya penembakan terhadap wartawan yang mengancam kebebasan pers menjadi isu menarik untuk diangkat agar mengundang reaksi Presiden RI Joko Widodo untuk bicara. Namun sayangnya, Media TV Nasional enggan memberitakannya.
Karena jika terus dieksploitasi menjadi isu nasional maka kebobrokan dewan Pers yang dulu pernah ikut terlibat membiarkan korban dipenjara karena berita makin terungkap.
Media TV sepertinya sudah terbiasa lebih tertarik memuat berita jika peristiwanya sodomi atau mutilasi anak secara berulang-ulang, ketimbang mengungkap peristiwa penembakan wartawan yang mengancam kebebasan pers dan menimbulkan ketakutan di kalangan wartawan yang aktif melakukan sosial kontrol.
Belum lama ini juga ada peristiwa menggemparkan di Gorontalo, seorang Kepala Dinas Kominfo yang menjabat Ketua Asosiasi Kepala Dinas Kominfo se Indonesia digrebek polisi sedang berduaan dengan isteri orang di dalam sebuah kamar kos dan diliput oleh media. Namun sayangnya berita itu luput dari perhatian media TV nasional. Padahal, pelakunya adalah ketua asosiasi berlevel nasional.
Usut punya usut, ternyata Dewan Pers justeru termakan upaya menghalangi penyidikan kasus ini. Secara mengejutkan Dewan Pers menerima laporan pengaduan dari Haris Tome sang pelaku yang ditangkap polisi sedang berada di dalam sebuah kamar kos bersama isteri orang. Lebih parah lagi, berita peristiwa penegakan hukum penggrebekan polisi yang merupakan fakta peristiwa operasi justitia Polres Kota Gorontalo malah dinilai dewan Pers sebagai pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan oleh sejumlah media di Gorontalo.
Dewan Pers secara sewenang-wenang dan tidak profesional menjatuhkan rekomendasi kepada seluruh media yang menjadi teradu agar membuat permintaan maaf kepada pengadu Haris Tome yang nota bene sebagai terlapor dugaan berzinah dan berselingkuh dengan isteri orang dan kasusnya masih ditangani pihak Polres Kota Gorontalo. Padahal kasus tersebut statusnya belum di SP3 meski penyidik menyatakan belum cukup bukti pada tahap penyelidikan.
Akibat dari rekomendasi Dewan Pers, tiga media yang tidak bersedia memuat permintaan maaf dilaporkan oleh Haris Tome ke polisi dengan tuduhan fitnah, menyebarkan berita hoax, dan mencemarkan nama baiknya.
Bagaimana mungkin peristiwa penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian dituding sebagai berita hoax dan fitnah. Seharusnya petugas polisi yang melakukan penggrebekan dan Kepala Polres yang menjadi nara sumber berita itu dijadikan terlapor karena menyampaikan informasi tersebut kepada wartawan saat dikonfirmasi.
Upaya kriminalisasi terhadap wartawan ini pun luput dari perhatian media TV nasional. Padahal, isunya penting bahwa pelapornya Haris Tome adalah Ketua Asosiasi Kadis Kominfo se-Indonesia yang berusaha mengkriminalisasi wartawan. Pembelaan terhadap pers yang dikiriminalisasi tidak ada sama sekali oleh media nasional. Solidaritas mati karena wartawan Indonesia terbelah dua kelompok.
Pada kondisi ini Dewan Pers gagal total dalam menjalankan amanah sebagaimana diatur dalam UU Pers. Pasal 15 Ayat 1 menyebutkan : “Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.”
Menyikapi hal ini, penulis perlu mengingatkan kepada seluruh anggota dan pendukung Dewan Pers, kembalilah pada jalan yang benar. Segera hentikan kerusakan sistem dalam pers Indonesia.
Undang-Undang tidak memberikan kewenangan satu pun kepada Dewan Pers untuk membuat peraturan di bidiang pers. Pasal 15 Ayat (2) huruf F yang selama ini digunakan Dewan Pers sebagai dasar hukum nenerbitkan atau mengeluarkan peraturan di bidang pers sesungguhnya telah mengambil hak dan kewenangan organisasi-organisasi pers sebagaimana diatur dalam )asal 15 Ayat (2) huruf f UU Pers : “Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.”
Kalimat di atas jelas kewenangn menyusun peraturan pers ada pada organisasi pers. Anak SMU juga pasti paham dengan kalimat ini. UU Pers hanya memberikan kewenangan kepada Dewan Pers untuk menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
Dan untuk memastikan tentang penafsiran Dewan Pers yang keliru terhadap pasal penyusunan peraturan di bidang pers ini maka dalam waktu dekat ini penulis bersama-sama dengan sejumlah tokoh pers akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Tujuannya agar Dewan Pers berhenti melakukan pembodohan publik dan membuat kebijakan dan tindakan yang bertentangan dengan hukum dan mencederai kemerdekaan pers. (Arianto)
Penulis: Heintje G. Mandagie
Ketua LSP Pers Indonesia / Ketua DPP SPRI
Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) KE-5 Diterima Jaksa Agung RI Dari Pimpinan Pemeriksa Keuangan Negara I Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Hadir dalam acara tersebut Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I Bidang Polhukam, Dr. Hendra Susanto, ST., M.Eng., MH., CFrA., CSFA. didampingi oleh Auditor Utama Keuangan Negara I Novy G. A. Pelenkahu, Kepala Auditorat I B. Sarjono, SE. MBA, Tenaga Ahli Pimpinan Auditorat Utama Keuangan Negara I Ir. Johan Marta Utama dan Tim Pemeriksa Laporan Keuangan Kejaksaan RI. Tahun 2020.
Sementara itu, hadir secara daring (dalam jaringan) Para Staf Ahli Jaksa Agung, Para Pejabat Eselon II dan Eselon III di lingkungan Kejaksaan Agung, serta Para Kepala Kejaksaan Tinggi dari seluruh Indonesia.
Dalam sambutannya Jaksa Agung atas nama pribadi maupun institusi menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I Bidang Polhukam, Dr. Hendra Susanto, beserta segenap jajaran auditor yang dalam waktu 95 (sembilan puluh lima) hari lamanya, telah melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggungjawab konstitusional BPK untuk memastikan pengelolaan keuangan negara di lingkungan Kejaksaan RI telah dilakukan secara tertib, efisien, efektif, dan akuntabel.
Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK tahun 2020 ini, bagi Kejaksaan RI. merupakan yang ke-5 (lima) kali secara berturut-turut dalam 5 (lima) tahun terakhir.
Hal ini merupakan buah manis dari upaya kerja keras segenap jajaran dan satuan kerja Korps Adhyaksa dalam pengelolaan keuangan. Pencapaian tersebut tentunya merupakan bentuk kesadaran dan kewajiban kami untuk mematuhi setiap ketentuan dan komitmen dalam menjaga dan menyajikan kualitas pengelolaan keuangan secara tertib, akuntabel, dan berkesinambungan.
Kejaksaan akan terus melakukan evaluasi dan perbaikan, demi penyempurnaan praktik pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan agar menjadi lebih baik lagi.
Selain itu Jaksa Agung mengatakan bahwa kami menyadari bahwa atas apa yang telah dilakukan, kerap kali masih ditemukan persoalan dan kekurangan yang belum seluruhnya selesai diperbaiki. Melalui penyerahan LHP BPK akan dapat lebih memperjelas hal-hal apa saja yang selama ini masih selalu menjadi temuan maupun kekurangan di dalam pengelolaan keuangan negara di lingkungan Kejaksaan RI, yang harus kita perhatikan dan cermati bersama.
Oleh karenanya, koreksi, petunjuk, dan rekomendasi perbaikan atas temuan yang tertuang dalam LHP akan kami instruksikan secepatnya untuk segera dipenuhi dan dilaksanakan, terutama untuk diidentifikasi dan dievaluasi, sehingga diharapkan kekurangan dan kesalahan serupa tidak akan terulang kembali di kemudian hari.
Sejalan dengan itu, sebagai bagian dari upaya mewujudkan pengelolaan keuangan yang baik di Kejaksaan RI., Jaksa Agung menyampaikan kembali beberapa langkah nyata yang telah dan sedang dilakukan, antara lain:
- Membuat dan mengimplementasikan berbagai macam aplikasi keuangan diantaranya: e-Piutang, E-Tilang, E-Anggaran, E-PNBP, E-Piutang Uang Pengganti dan Rekening Pemerintah Lainnya (RPL) dalam mendukung pengelolaan keuangan Kejaksaan ;
- Menetapkan Peraturan Kejaksaan Nomor 19 tahun 2020 tentang Penyelesaian Uang Pengganti yang Diputus Pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagai pengganti dari Peratuan Jaksa Agung Nomor: PER-020/A/JA/07/2014, yang sudah tidak sesuai kebutuhan dan perkembangan dalam penyelesaian tunggakan uang pengganti; dan
Mengoptimalkan Bidang Pengawasan selaku APIP dalam memperbaiki dan meningkatkan sistem pengelolaan keuangan dan barang milik negara agar dapat terus berjalan secara akuntabel, transparan, dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan;
- Ketiga langkah serta berbagai macam langkah kebijakan lainnya tersebut dilakukan dalam upaya untuk mewujudkan pengelolaan keuangan yang lebih baik di Kejaksaan.
Sebelum mengakhiri sambutan ini, Jaksa Agung mengingatkan kembali kepada segenap jajaran Kejaksaan, bahwa hendaknya keberhasilan pencapaian penilaian dan opini WTP tidak lantas membuat kita berpuas diri, namun, justru menjadi pelecut yang memotivasi dan mendorong untuk kembali mempertahankan capaian tersebut dengan kinerja yang optimal.
Dalam pengantar acara Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kejaksaan RI Tahun 2020 tersebut, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I Bidang Polhukam Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.mengucapkan apresiasi dan terima kasih kepada Jaksa Agung dan jajaran yang secara langsung merespon rencana penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan dari BPK dan penyerahan LHP atas Laporan Keuangan Kejaksaan RI Tahun 2020 ini adalah penyerahan yang pertama dan ini merupakan wujud nyata dari komitmen untuk menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel.
Berdasarkan ketentuan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Pasal 1 Angka 6 disebutkan bahwa Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.
Sebagai wujud pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan negara, entitas pengelola keuangan negara wajib menyusun laporan keuangan.
Kemudian, perlu ditegaskan bahwa pengelolaan keuangan Negara ditujukan untuk mencapai tujuan bernegara, dan untuk menjamin tercapainya tujuan tersebut maka berdasarkan ketentuan ayat 1 Pasal 23E UUD 1945, dilakukan pemeriksaan oleh BPK yang bebas dan mandiri.
Dalam kerangka tersebut, maka pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara adalah tugas konstitusional yang dimandatkan pelaksanaannya kepada BPK.
Berdasarkan ketentuan UU Nomor 15 Tahun 2004 jo. UU Nomor 15 Tahun 2006, pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Sehubungan dengan pelaksanaan tugas konstitusional BPK tersebut, maka pada semester I tahun 2021, meskipun masih dalam kondisi Pandemi Covid 19, BPK melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan diantaranya Laporan Keuangan Kejaksaan RI.
Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) pada lampiran II tentang Pernyataan Standar Pemeriksaan 100, Standar Umum angka 25 tentang komunikasi pemeriksaan menyebutkan bahwa:
“Pemeriksa harus membangun komunikasi yang efisien dan efektif di seluruh proses pemeriksaan, supaya proses pemeriksaan berjalan dengan lancar dan hasil pemeriksaan dapat dimengerti dan ditindaklanjuti oleh pihak yang bertanggung jawab dan/atau pemangku kepentingan terkait.”
Kegiatan penyerahan LHP BPK hari ini merupakan bagian dari bentuk komunikasi sebagaimana diamanatkan dalam SPKN. Tujuan utama pemeriksaan laporan keuangan adalah untuk memberikan opini.
Sedangkan “Opini” adalah pendapat profesional pemeriksa atas kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Kriteria yang digunakan BPK dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan adalah (1) kesesuaian Laporan Keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP); (2) kecukupan pengungkapan informasi keuangan dalam laporan keuangan; (3) efektivitas Sistem Pengendalian Intern, dan (4) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, kualitas laporan keuangan tergambar dalam empat jenis opini yang diberikan BPK, yaitu: 1) Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/Unqualified Opinion); 2) Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified Opinion); 3) Tidak Wajar (TW/Adverse); dan 4) Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer).
Selain itu, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I Bidang Politik Hukum dan Keamanan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada kesempatan itu menegaskan bahwa pemeriksaan laporan keuangan tidak dirancang untuk menilai efisiensi dan kehematan penggunaan sumber daya dan juga tidak ditujukan untuk menilai keberhasilan pencapaian target/tujuan entitas atau program.
Pemeriksaan laporan keuangan juga tidak secara khusus ditujukan untuk mengungkapkan ketidakpatuhan, kecurangan, dan ketidakpatutan. Namun demikian, apabila ditemukan ketidakpatuhan, kecurangan, dan ketidakpatutan, baik yang berpengaruh terhadap opini atas laporan keuangan maupun yang tidak berpengaruh, BPK wajib untuk mengungkapkannya dalam laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan.
Sebagaimana kita ketahui bersama, hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Kejaksaan RI. Tahun 2016, 2017, 2018, dan 2019 memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sehingga pada tahun 2020, Kejaksaan RI berusaha keras melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan opininya.
Tahun 2021 ini, kita menghadapi tantangan yang berat dengan terjadinya Pandemic Covid-19, yang hingga saat ini masih melanda seluruh belahan dunia termasuk Indonesia.
Tantangan ini juga dialami oleh BPK RI, yang wajib menyelesaikan tugas konstitusionalnya yakni Pemeriksaan atas Laporan Keuangan TA 2020 sehingga harus melakukan penyesuaian atas prosedur pemeriksaannya guna memperoleh bukti yang cukup dan tepat untuk menilai kewajaran atas penyajian laporan keuangan entitas yang diperiksa, dan namun alhamdulillah BPK RI dapat
menyelesaikannya dan pada hari ini menyerahkan LHP atas LK TA 2020 antara lain kepada Kejaksaan RI.
Dalam pemeriksaan Laporan Keuangan (LK) Tahun 2020, BPK tidak menemukan permasalahan signifikan yang berdampak kepada kewajaran penyajian Laporan Keuangan. Menurut BPK, Laporan Keuangan Kejaksaan RI, sudah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan Kejaksaan RI tanggal 31 Desember 2020, dan realisasi anggaran, operasional, serta perubahan ekuitas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Dengan demikian, opini atas Laporan Keuangan Kejaksaan RI Tahun 2020 kembali memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Tentunya, ini adalah prestasi yang pantas dibanggakan dan perlu mendapatkan apresiasi karena opini ini bukan merupakan hadiah dari BPK, namun merupakan prestasi dan kerja keras dari seluruh jajaran Kejaksaan RI. dalam mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan negara yang dikelola.
BPK menyampaikan apresiasi kepada beberapa satuan kerja yang telah menindaklanjuti temuan pemeriksaan BPK ketika pemeriksaan masih berlangsung.
BPK mengharapkan agar beberapa kelemahan yang ada mendapat perhatian dari segenap pimpinan Kejaksaan RI untuk segera ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar di tahun yang akan datang opini atas laporan keuangan Kejaksaan RI dapat dipertahankan.
Tugas BPK, tentunya tidak berhenti setelah LHP atas Laporan Keuangan entitas diserahkan tetapi akan berlanjut hingga entitas menindaklanjuti seluruh hasil pemeriksaannya.
Dengan demikian, maka komitmen entitas untuk mewujudkan akuntabilitas tidak saja diukur dari opini Laporan Keuangannya, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah komitmennya untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK.
Dan untuk menjamin agar rekomendasi ditindaklanjuti, dilakukan pemantauan terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan.
Dengan demikian, maka pemantauan terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan menjadi rangkaian yang tidak terpisahkan dari pemeriksaan yang menjadi wewenang konstitusional BPK.
Dr. Hendra Susanto, ST., M.Eng., MH., CFrA., CSFA mengingatkan kembali bahwa sesuai Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2017 yang merupakan pengganti Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK, pelaksanaan dan pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan dilakukan melalui Sistem Informasi.
Dengan penerapan Sistem Informasi Pemantauan Tindak Lanjut atau yang lebih dikenal dengan SIPTL, diharapkan seluruh entitas di lingkungan AKN I dapat menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan mudah dan cepat. Karena berdasarkan ketentuan ayat (1) Pasal 20 UU Nomor 15 Tahun 2004, rekomendasi BPK wajib ditindaklanjuti.
Dalam kesempatan itu, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I BPK RI juga menyampaikan ucapan selamat kepada Jaksa Agung beserta seluruh jajarannya atas komitmen dan upayanya sehingga tahun ini berhasil memperoleh opini WTP, seraya mengingatkan agar terus bekerja keras sehingga dapat mempertahankan opini tersebut di tahun-tahun mendatang, karena opini WTP di tahun ini, bukan jaminan untuk mendapatkan opini yang sama di tahun yang akan datang.
Kami percaya bahwa pada dasarnya Jaksa Agung dan jajarannya memiliki komitmen yang sama dengan kami dalam mewujudkan tata kelola keuangan yang akuntabel. Karena akuntabilitas bukan saja kewajiban pengelola keuangan negara, tetapi merupakan suatu budaya yang harus kita bangun bersama agar negara ini dapat menjadi lebih baik, maka akuntabilitas adalah untuk kita semua (Accountability for All) dan untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan komitmen dan kerja keras dari kita semua.
BPK juga akan meningkatkan sinergi dengan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) sebagai mitra strategis untuk melaksanakan tugas konstitusional BPK dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Kedepan diharapkan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan sebagai APIP dapat berperan secara optimal dalam memperbaiki sistem agar para pelaksana dalam mengelola keuangan dan barang Negara lebih akuntabel, transparan, dan mematuhi ketentuan perundang-undangan yang terlaku dan jika hal ini secara konsisten dilakukan, masalah berulang akibat kelemahan sistem dapat diminimalkan.
Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I BPK RI menekankan sekali lagi bahwa peran JAM Pengawasan sangat penting untuk percepatan penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK “Kami harapkan Jaksa Agung beserta jajarannya dapat terus bekerja sama dan bersinergi, sehingga kegiatan pemeriksaan BPK pada semester II nanti dapat berjalan dengan baik serta dapat memberikan kontribusi terbaik bagi peningkatan transparansi dan akuntabilitas tata kelola keuangan dan pemerintahan di lingkungan Kejaksaan” jelasnya.
Acara Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kejaksaan RI Tahun 202 oleh BPK RI di Kejaksaan Agung dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19. (Arianto)
Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) KE-5 Diterima Jaksa Agung RI Dari Pimpinan Pemeriksa Keuangan Negara I Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (Arianto)
13 Mal di Jakarta Sediakan Tempat Vaksinasi Covid-19
Agar lebih mudah dan semakin banyak menjangkau berbagai lapisan masyarakat, pemerintah pun menggandeng mal-mal di Jakarta untuk turut serta menjadi sentra vaksinasi. Masyarakat cukup membawa KTP DKI ke sentra vaksinasi atau bisa mendaftar secara online.
Tak perlu khawatir, karena bagi Anda pemiliki KTP non-DKI juga boleh turut serta dalam program vaksin ini. Namun, tetap ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Mulai dari surat keterangan domisili atau surat keterangan bekerja di wilayah DKI Jakarta dengan cap basah.
Daftar 13 Mal di Jakarta yang Sediakan Tempat Vaksinasi COVID-19
1. Senayan City
The Hall Senayan City, Lantai 8
Waktu: 08.00-15.00 WIB
Vaksin: Astra Zeneca
Daftar online: scx(dot)senayancity(dot)com/vaksin/
Tidak berlaku untuk peserta yang terdaftar di program vaksin Gotong Royong.
2. Lippo Mall Puri
Lantai 2 Lippo Mall Puri
Hari: Senin-Jumat
Waktu: 10.00-15.30 WIB
Daftar online: lippomallpuri(dot)com/vaksinasi-lmp
3. Mall Taman Anggrek
Lantai 4, North Wing Area
Hari: Senin-Jumat
Waktu: 11.00-16.00 WIB
Daftar: Onsite di Lantai Ground, The Kitchen Area
4. Mall Artha Gading
Sentra Vaksinasi COVID-19 MAG Function Hall MAG Lt. 5
Hari: Senin-Sabtu
Waktu: 10.00-18.00
Vaksin: Astra Zeneca
Daftar: Onsite di Redemption Counter lantai 1
5. Mall of Indonesia
Lantai LG MOI
Hari: Senin-Jumat
Waktu: 10.00-16.00 WIB
Daftar online: mallofindonesia(dot)com/program/covid-19-vaccination-center/
6. Lippo Mall Kemang
Hari: Senin-Jumat
Waktu: 10.00-16.00 WIB
Daftar online: Melalui aplikasi MySiloam
7. Cilandak Town Square
Hari: Senin-Jumat
Waktu: 08.00-16.00 WIB
Daftar online: serbuanvaksin.com
Khusus peserta BPJS
8. Plaza Slipi Jaya
Daftar online: bit(dot)ly/pendaftaranVaksinCovid-19MasyUmum
Kontak: 08161448377
9. Pluit Village
Lantai 2 Pluit Village Mall
Hari: Senin-Minggu
Waktu: 09.00-16.00 WIB
Daftar online: bit(dot)ly/sentravaksinuphumum
10. ITC Roxy
Hari: Senin-Jumat
Waktu: 08.30-13.00 WIB
Daftar online: tinyurl(dot)com/yukvaksingambir
11. Harmoni Exchange
Hari: Senin-Jumat
Waktu: 08.30-13.00 WIB
Daftar online: tinyurl(dot)com/yukvaksingambir
12. Gajah Mada Plaza
Hari: Senin-Jumat
Waktu: 08.30-13.00 WIB
Daftar online: tinyurl(dot)com/yukvaksingambir
13. Gramedia Matraman
Hari: Senin-Minggu
Waktu: 08.30-14.00 WIB
Daftar: Onsite
Asal tahu saja, sebelum menuju tempat vaksinasi, ada baiknya untuk mengecek kembali jadwal dan juga kuota harian peserta sebelum datang ke tempat vaksinasi. (Arianto)
Yuk! Nonton Film Dokumenter Pulau Plastik
Bekali SDM Humas Pemerintah, BPSDM Kemendagri Gelar Pelatihan Jurnalistik
SKB Pedoman Implementasi UU ITE Ditandantangi, Mahfud MD Berharap Beri Perlindungan pada Masyarakat
"Sambil menunggu revisi terbatas, pedoman implementatif yang ditandatangani tiga menteri dan satu pimpinan lembaga setingkat menteri bisa berjalan dan bisa memberikan perlindungan yang lebih maksimal kepada masyarakat. Ini dibuat setelah mendengar dari para pejabat terkait, dari kepolisian, Kejaksaan Agung, Kominfo, masyarakat, LSM, Kampus, korban, terlapor, pelapor, dan sebagainya, semua sudah diajak diskusi, inilah hasilnya," tegas Mahfud MD usai menyaksikan penandatanganan di Kantor Kemenko Polhukam RI. Rabu (23/6).
Pada prinsipnya, menurut Mahfud, adalah merespons suara masyarakat bahwa UU ITE itu kerap makan korban, karena dinilai mengandung pasal karet dan menimbulkan kadangkala kriminalisasi, termasuk diskriminasi. Oleh sebab itu, pihaknya mengeluarkan dua keputusan yaitu revisi terbatas dan pembuatan pedoman implementasi.
"Di tengah suasana pandemi yang meningkat, kami tetap melaksanakan tugas kenegaraan dan tata pemerintahan, tadi kami berempat, saya Menko Polhukam, Menkominfo, kemudian Jaksa Agung, kemudian Kapolri, menindaklanjuti keputusan rapat kabinet internal tanggal 8 Juni 2021 kemarin, yang memutuskan tentang: satu, rencana revisi terbatas UU ITE, kemudian yang kedua tentang pedoman implementasi beberapa pasal UU ITE, pasal 27 28 29 36," tambah Mahfud sembari menegaskan bahwa suara atau aspirasi masyarakat masih bisa diteruskan lagi ketika nanti dibahas di DPR atau sedang diolah di Kemenkumham.
Sementara itu, Menkominfo Johnny G Plate juga berharap pedoman implementatif dapat mendukung upaya penegakan UU ITE selaku ketentuan khusus dari norma pidana atau lex specialist, yang mengedepankan penerapan restorative justice. Sehingga, lanjut Plate, penyelesaian masalah yang terkait UU ITE dapat dilakukan tanpa harus menempuh mekanisme peradilan.
"Hal ini perlu dilakukan untuk menguatkan posisi ketentuan peradilan pidana sebagai ultimum remedium atau pilihan terakhir dalam menyelesaikan permasalahan hukum. Pedoman penerapan ini berisi penjelasan terkait definisi, syarat, dan keterkaitan dengan peraturan perundangan lain, terhadap pasal yang sering menjadi sorotan masyarakat. Pedoman penerapan ini merupakan lampiran dari surat keputusan bersama yang tadi ditandatangani, mencakup delapan substansi penting pada pasal-pasal UU ITE," ujar Johnny G Plate usai penandatanganan.
Berikut lampiran SKB Pedoman Implementasi UU ITE:
a.Pasal 27 ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya, bukan pada perbuatan kesusilaan itu. Pelaku sengaja membuat publik bisa melihat atau mengirimkan kembali konten tersebut.
b.Pasal 27 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya konten perjudian yang dilarang atau tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundang-undangan.
c.Pasal 27 ayat (3), fokus pada pasal ini adalah:
1)Pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/ mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum.
2)Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.
3)Merupakan delik aduan sehingga harus korban sendiri yang melaporkan, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.
4)Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.
5)Jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE, kecuali dilakukan oleh institusi Pers maka diberlakukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
d.Pasal 27 ayat (4), fokus pada pasal ini adalah perbuatan dilakukan oleh seseorang ataupun organisasi atau badan hukum dan disampaikan secara terbuka maupun tertutup, baik berupa pemaksaan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum maupun mengancam akan membuka rahasia, mengancam menyebarkan data pribadi, foto pribadi, dan/atau video pribadi.
e.Pasal 28 ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan berita bohong dalam konteks transaksi elektronik seperti transaksi perdagangan daring dan tidak dapat dikenakan kepada pihak yang melakukan wanprestasi dan/atau mengalami force majeur. Merupakan delik materiil, sehingga kerugian konsumen sebagai akibat berita bohong harus dihitung dan ditentukan nilainya.
f.Pasal 28 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu/kelompok masyarakat berdasar SARA. Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu/kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali yang disebarkan itu dapat dibuktikan.
g.Pasal 29, fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi atau mengancam jiwa manusia, bukan mengancam akan merusak bangunan atau harta benda dan merupakan delik umum.
h.Pasal 36, fokus pada pasal ini adalah kerugian materiil terjadi pada korban orang perseorangan ataupun badan hukum, bukan kerugian tidak langsung, bukan berupa potensi kerugian, dan bukan pula kerugian yang bersifat nonmateriil. Nilai kerugian materiil merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012.
Tindak lanjut dari penandatanganan Keputusan Bersama ini akan dilaksanakan Sosialisasi kepada aparat penegak hukum secara masiv dan berkesinambungan. (Arianto)