Di balik gemerlap tas mewah, makan malam mahal, dan liburan mewah, tersimpan kisah kelam yang jarang terdengar. Seorang mantan ani-ani sebut saja N, membagikan kisah pilunya setelah memutuskan meninggalkan gaya hidup sebagai sugar baby.
Istilah “ani-ani” sendiri mengacu pada perempuan muda yang menjalin hubungan dengan pria jauh lebih tua demi keuntungan materi. Walau terlihat glamor, kenyataannya menyimpan luka mendalam. “Saya merasa seperti objek. Dipakai, lalu dibuang,” kata N kepada media di Jakarta, Jum'at (02/05/2025).
Dulu, kehidupan N dipenuhi barang mewah, uang, dan perhatian dari pria mapan. Namun, semua itu tak mampu menutupi kekosongan emosional yang kian dalam. “Saya kehilangan jati diri dan harga diri. Kebahagiaan saya palsu,” ungkapnya.
Fenomena sugar baby dan sugar daddy semakin marak, terutama di era digital. Banyak remaja perempuan tergoda oleh janji kemewahan instan, tanpa menyadari risiko psikologis dan sosial di baliknya.
Kini, N memilih jalan berbeda. Ia meninggalkan kehidupan lamanya, fokus bekerja dan membangun masa depan. Namun, bayang-bayang masa lalu masih menghantui. “Saya menyesal. Tapi saya ingin kisah saya jadi pelajaran. Jangan tertipu kemewahan semu,” tuturnya.
Kisah ini menjadi peringatan penting tentang pentingnya harga diri perempuan, pendidikan moral, dan kesadaran diri. Kemewahan tak selalu sejalan dengan kebahagiaan.
Reporter: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar