Kasus penangkapan tiga wartawan yang sedang menyelidiki praktik mafia BBM subsidi ilegal di Blora, Jawa Tengah, memasuki babak baru. Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) secara resmi mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Langkah hukum ini menjadi simbol perjuangan menegakkan kebebasan pers dan melawan praktik kriminalisasi wartawan yang dianggap mencederai demokrasi dan transparansi publik.
Gugatan tersebut tercatat dalam Nomor Register: 70/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel dan diajukan oleh Siyanti dan Febrianto Adi Prayitno. Keduanya mendapat pendampingan hukum penuh dari tim advokat PPWI yang diketuai Dolfie Rompas, S.Sos., S.H., M.H., bersama Ujang Kosasih, S.H., Anugrah Prima, S.H., dan Yusuf Saefullah, S.H. Sidang perdana dijadwalkan pada Rabu, 18 Juni 2025 pukul 09.00 WIB.
Yang menjadi termohon bukan sembarang pihak: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo beserta jajarannya. Mereka dinilai bertanggung jawab atas penangkapan tiga jurnalis yang tengah menjalankan tugas jurnalistik mengungkap dugaan mafia BBM subsidi. Penangkapan ini diduga tanpa dasar hukum yang sah dan mengarah pada tindakan represif terhadap kebebasan berekspresi.
Desakan Transparansi dan Kehadiran Kapolri
Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, dalam keterangannya kepada media, meminta Kapolri bersikap kesatria dan hadir langsung di ruang sidang. “Ini soal kehormatan institusi Polri, bukan hanya pelanggaran prosedur. Publik menanti sikap terbuka, bukan berlindung di balik seragam,” ujar Wilson, yang juga alumni PPRA-48 Lemhannas RI 2012.
Wilson menekankan bahwa perkara ini tidak bisa dianggap sepele. Ada dugaan kuat keterlibatan oknum aparat dalam jaringan ilegal penyelewengan BBM subsidi. Bahkan, menurut informasi yang dikumpulkan, salah satu oknum aktif TNI berinisial Rico terlibat langsung, termasuk dalam upaya menyuap wartawan sebesar Rp4 juta untuk menghentikan peliputan.
PPWI Siap Kawal Jalannya Persidangan
PPWI memastikan akan mengawal jalannya sidang secara terbuka dan profesional. Wilson juga mengajak publik, komunitas pers nasional, hingga pemantau HAM internasional untuk ikut mengawasi. “Kebebasan pers adalah pilar demokrasi. Jika jurnalis dibungkam, maka masyarakat kehilangan hak atas informasi,” tegasnya.
Wilson menambahkan, kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara akan runtuh jika hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Ia juga mengingatkan pentingnya peran lembaga pengawas independen serta masyarakat sipil agar proses hukum berjalan jujur dan transparan.
TNI Diminta Tidak Tutupi Anggota Terlibat
Selain menyoroti kinerja Polri, Wilson juga mendesak Panglima TNI untuk segera memeriksa dan menindak anggotanya yang disebut-sebut bermain dalam distribusi BBM subsidi ilegal. “Tidak boleh ada yang kebal hukum. Jika aparat TNI terbukti terlibat, maka proses hukumnya harus tegas dan terbuka,” tegas Wilson Lalengke dalam pernyataan tertulisnya yang diterima awak media.
Sebagai sosok yang telah melatih ribuan anggota TNI dan Polri dalam bidang jurnalisme warga, Wilson menegaskan bahwa kolaborasi rakyat dan aparat tidak boleh dicemari oleh praktik kolusi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Kebebasan Pers dalam Ancaman
Kasus ini telah memicu perhatian luas, tak hanya karena menyangkut dugaan mafia BBM subsidi, tapi juga karena menjadi ujian serius terhadap kebebasan pers di Indonesia. Tindakan kriminalisasi terhadap jurnalis bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pembungkaman suara rakyat.
PPWI berharap praperadilan ini membuka jalan menuju keadilan yang sejati, serta menjadi preseden penting untuk menghentikan intimidasi terhadap jurnalis. “Hukum harus ditegakkan kepada siapapun tanpa pandang bulu, baik sipil maupun militer,” pungkas Wilson.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar