Di tengah harapan besar publik terhadap tegaknya keadilan, masih muncul bayang-bayang aparat penegak hukum (APH) yang justru jadi penghalang utama. Fenomena makelar kasus di tubuh penegak hukum bukan sekadar rumor; kenyataannya sudah tercium banyak pihak.
Contohnya di Siak, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Nomor 15/Pid.B/2025/PN Sak (15 April 2025), Andika Dodi Pratama Dolok Saribu dinyatakan bersalah melakukan penganiayaan. Hukuman enam bulan penjara pun dijatuhkan, dilanjut dengan perintah penahanan.
Di tingkat banding, Mahkamah Tinggi setempat menerbitkan Putusan Nomor 247/PID.B/2025/PT PBR (21 Mei 2025), yang pada dasarnya memperkuat putusan PN Siak. Lagi-lagi, perintah penahanan ditegaskan. Seharusnya, proses hukum berjalan lancar dan transparan.
Namun faktanya saat ini, Andika Dodi masih bebas berkeliaran. Padahal, baik putusan pertama maupun banding saling memperkuat dan memerintahkan penahanan. Kenyataan ini jadi preseden buruk dan memunculkan pertanyaan besar: mengapa Kejaksaan Negeri Siak tidak menahan terdakwa sesuai amar putusan?
“Iya memang betul, dia masih bebas berkeliaran layaknya kegiatan sehari-hari... kami memohon perlindungan hukum dan keadilan kepada pihak Kejaksaan agar segera menangkapnya,” kata korban Henry Sibarani seraya memperlihatkan foto Dodi masih bebas. Senin (17/6/25).
Henry beserta keluarga dan tim kuasa hukum kemudian mendatangi Rutan Siak untuk verifikasi. Kepala Pengamanan Rutan Siak, Reza, memastikan nama Dodi tidak muncul dalam Sistem Database Pemasyarakatan (SDP). “Silakan koordinasikan ke pihak berkompeten,” ujarnya.
Kuasa hukum dari Jetsiber Fiat Justitia Indonesia, Jetro Sitorus, menyesalkan sikap Kejaksaan Negeri Siak. Menurutnya, “Sudah jelas dalam amar putusan bahwa hakim telah memerintahkan terdakwa ditahan. Tidak ada alasan untuk menunda.” Ia memperingatkan agar Kejaksaan segera mengeksekusi putusan untuk mencegah munculnya preseden negatif.
Lebih lanjut, Jetro menambahkan akan mengirim surat resmi ke Ketua PN Siak untuk memastikan eksekusi amar putusan April 2025. Ini dianggap langkah penting agar muncul kepastian hukum dan rakyat tidak kehilangan kepercayaan terhadap sistem penegakan hukum.
Sementara itu, Ajun Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Siak memilih diam, menolak diwawancarai atau ditemui langsung. Sikap tertutup ini memicu kecurigaan publik dan memicu desakan agar Kejaksaan bertindak tegas dan transparan.
Dilema Penegakan Hukum di Indonesia
Kasus ini membuka ranah diskusi: mengapa ada kebocoran di sistem hukum? Apakah ini efek dari perilaku aparat yang tidak profesional atau sistem yang rapuh? Sebelum keadilan bertumbuh, fondasi penegakan hukum perlu diperkuat lewat mekanisme transparansi, pengawasan publik, dan penegakan disiplin internal.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar