Kasus viral RSUD Sekayu pada 12 Agustus 2025 menimbulkan kehebohan nasional setelah tuduhan terhadap Ismet Saputra Wijaya mencuat di media sosial.
Ketua Umum Forum Wartawan Jaya (FWJ) Indonesia, Mustofa Hadi Karya alias Opan, menyebut isu itu lebih gaduh dibanding kasus ijazah Presiden Joko Widodo.
Dalam konferensi pers bertema "Membunuh Opini Liar, Ungkap Kebenaran", di Tangerang, Selasa (19/08/2025). Opan menilai banyak narasi tidak objektif dibangun oleh pejabat, organisasi profesi, dan pihak rumah sakit.
Ia menegaskan perkara ini harus dilihat dari dua sisi, agar publik tidak hanya terpaku pada narasi sepihak yang menyudutkan salah satu pihak.
Opan juga membenarkan bahwa Ismet Saputra Wijaya, pihak yang terseret isu ini, merupakan jurnalis aktif dari portal metromedianews.com dan anggota FWJ Indonesia.
Pemicunya berawal dari unggahan video insiden ruang isolasi VIP RSUD Sekayu yang menampilkan interaksi tegang keluarga pasien dengan dr. Syahpri Putra Wangsa.
Keluarga pasien menilai pelayanan medis lamban karena hasil laboratorium atas dugaan penyakit TBC baru keluar empat hari setelah pemeriksaan dilakukan.
Opan menjelaskan keluarga merasa kecewa, apalagi pasien telah membayar biaya layanan VIP hingga sembilan juta rupiah tanpa transparansi informasi medis.
FWJ Indonesia menduga video yang viral justru dipicu oleh akun media sosial diduga terkait RSUD Sekayu, bukan berasal dari pihak keluarga pasien.
Lebih lanjut, advokat FWJ Indonesia Daniel Minggu menyoroti permintaan keluarga untuk mengakses CCTV insiden, namun pihak rumah sakit berdalih rekaman tersambar petir.
Menurut Daniel, alasan tersebut menggelitik logika publik karena menghilangkan bukti penting, sehingga dugaan manipulasi fakta semakin menguat dalam kasus ini.
Ia menegaskan penegakan hukum tidak boleh berbasis viralitas, tetapi mengedepankan asas Kepastian, Keadilan, dan Kemanfaatan hukum bagi masyarakat pencari keadilan.
FWJ Indonesia juga memperingatkan, unggahan video sepihak dapat dikategorikan melanggar UU ITE jika terbukti berniat memperkeruh suasana atau menjatuhkan pihak tertentu.
Mediasi antara keluarga pasien dan pihak RSUD Sekayu sejatinya sempat disepakati tidak dipublikasikan. Namun, unggahan video tetap menyebar luas dan menimbulkan kegaduhan.
Daniel menyoroti layanan RSUD Sekayu yang disebut tidak sesuai standar VIP. Ia mempertanyakan bagaimana pelayanan bagi pasien kelas BPJS jika VIP saja bermasalah.
Isu ini semakin kompleks ketika keluarga pasien dituding mengaku sebagai kerabat Bupati Musi Banyuasin, tuduhan yang langsung dibantah keras oleh pihak keluarga.
Ismet Saputra Wijaya menegaskan bahwa keluarganya murni datang sebagai pasien, tanpa membawa nama pejabat, apalagi mengaku kerabat Bupati Musi Banyuasin.
“Kami masyarakat biasa yang berobat, bukan keluarga pejabat. Tuduhan itu bohong dan hanya memperkeruh keadaan,” tegas Ismet dalam konferensi pers di Tangerang.
FWJ Indonesia juga menyinggung keterlibatan pejabat kesehatan, IDI, serta Kementerian Kesehatan yang dianggap terlalu terburu-buru mengeluarkan pernyataan tanpa kajian objektif.
Menurut Opan, kasus RSUD Sekayu adalah potret nyata lemahnya pengawasan rumah sakit pemerintah, pengelolaan informasi digital, serta etika pelayanan kesehatan yang harus dibenahi.
Ia menambahkan publik tidak boleh termakan isu liar. Semua pihak harus menjadikan kasus ini sebagai refleksi dan evaluasi sistem kesehatan nasional ke depan.
Kasus ini bukan sekadar sengketa pasien dan dokter, melainkan gambaran problem struktural kesehatan publik, profesionalisme tenaga medis, serta tata kelola rumah sakit pemerintah.
FWJ Indonesia menutup konferensi pers dengan menegaskan bahwa narasi liar harus dihentikan, sementara penegakan hukum dan evaluasi layanan publik wajib dijalankan transparan.
Reporter Lakalim Adalin
Editor Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar