Asosiasi Produsen Wadah Makanan Indonesia (APMAKI) menggelar diskusi terbuka membahas keamanan wadah makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG), di Jakarta, Rabu (13/08/2025).
Ketua Umum APMAKI, Alie Cendrawan, menegaskan pentingnya penggunaan wadah berstandar aman untuk mencegah kontaminasi yang mengancam kesehatan jutaan penerima manfaat program pemerintah tersebut.
Alie mengungkapkan, marak beredar wadah berbahan stainless steel kualitas rendah seperti tipe 201 atau besi murah. Padahal, standar aman minimal harus tipe 304 atau 316.
Ia berharap forum ini menghasilkan solusi konkret agar distribusi makanan pemerintah hanya memakai peralatan makan lolos uji keamanan pangan dan bebas bahan berbahaya.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar UGM, Prof. Ir. Tumiran, menyoroti potensi besar MBG dalam menggerakkan ekonomi jika seluruh alat makan diproduksi industri dalam negeri.
Menurutnya, impor peralatan makan justru mematikan pertumbuhan UMKM dan menghilangkan peluang kerja ribuan tenaga lokal di sektor manufaktur.
“Kalau alat makannya saja impor, bagaimana mau bicara kemandirian? UMKM siap memproduksi, tinggal butuh dukungan modal dan akses pasar,” tegasnya.
Ia menambahkan, produksi lokal bukan hanya menjaga ekonomi, tetapi juga memastikan standar keamanan lebih terkontrol sesuai regulasi nasional.
Sementara itu, Budi Triswanto, Badan Standardisasi Nasional (BSN), mengingatkan wadah makanan wajib bebas bahan kimia berbahaya serta memenuhi ketebalan minimal SNI.
Wadah tipis berisiko penyok dan memicu pertumbuhan bakteri, sementara logam rendah kualitas dapat melepaskan partikel berbahaya ke makanan.
Meski penerapan SNI bersifat sukarela, Budi menegaskan bahwa demi kesehatan publik, penerapan standar wajib sebaiknya dipertimbangkan untuk program pemerintah seperti MBG.
Ketua YLKI, Niti Emilia, menyebut kesehatan dan keselamatan adalah hak dasar konsumen yang wajib dilindungi produsen maupun pemerintah.
Ia mengkritisi lemahnya pengawasan produk wadah makanan di pasaran, termasuk di e-commerce, yang sering tanpa jaminan bahan asli.
Konsumen, menurut Niti, tidak mampu menguji keamanan secara kasat mata sehingga harus mengandalkan label SNI dan sertifikasi resmi.
Pemalsuan label bahan, seperti mengklaim tipe 304 padahal kualitas rendah, disebutnya pelanggaran hukum yang berisiko memicu keracunan massal.
YLKI mendesak pemerintah tak hanya mengawasi kualitas makanan, tetapi juga sarana penyajian yang digunakan di lapangan.
Diskusi menghasilkan rekomendasi agar seluruh pengadaan wadah makan MBG dilakukan melalui penyedia bersertifikat, diawasi ketat, serta dibarengi edukasi bagi pelaku usaha.
Dengan kontrol ketat dan bahan aman, program MBG diharapkan tidak hanya bergizi, tetapi juga menjamin kesehatan generasi muda Indonesia.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar