Direktorat Jenderal Pajak (DJP) baru saja mengirimkan 185 ribu SP2DK. Bagi sebagian pengusaha, surat ini terasa seperti “surat cinta” yang bikin degup jantung tak beraturan.
Namun, jangan buru-buru panik. SP2DK atau Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan bukan vonis bersalah, melainkan undangan klarifikasi atas perbedaan data pajak.
Biasanya, surat ini muncul ketika sistem DJP mendeteksi ketidaksesuaian antara laporan SPT dengan data lain. Sumbernya bisa dari rekening bank, e-commerce, hingga laporan pihak ketiga.
Contohnya, salah satu wajib pajak menerima SP2DK karena rekeningnya tercatat menerima ratusan juta rupiah, padahal omzet di laporan pajak hanya puluhan juta rupiah.
Setelah ditelusuri, ternyata rekening tersebut digunakan campur: transaksi bisnis, keuangan pribadi, bahkan dana keluarga. Semua tercampur hingga menimbulkan selisih data mencolok di sistem.
Kasus ini menjadi peringatan keras: pahami betul logika di balik SP2DK, cara membaca data pajak, dan strategi menjawab tanpa memicu risiko tambahan.
Kesalahan menjawab, atau bahkan terlambat, bisa memicu pemeriksaan pajak lanjutan. Dalam skenario terburuk, potensi denda dan bunga bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Kuncinya adalah disiplin memisahkan rekening usaha dan pribadi, menyimpan bukti transaksi rapi, serta memastikan laporan SPT sinkron dengan data yang dimiliki DJP.
Pajak bukan soal takut atau nekat. Pajak adalah soal persiapan, pemahaman, dan strategi agar Anda tetap patuh tanpa kehilangan kendali atas bisnis Anda.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar