Dunia kecantikan Indonesia kembali diguncang. Produk skincare populer Glafidsya dinyatakan tidak memiliki izin edar resmi oleh BPOM.
Temuan ini disampaikan BPOM RI setelah melakukan investigasi mendalam. Hasilnya, ditemukan ketidaksesuaian antara nomor registrasi di kemasan lama dan versi baru, meski isi dan formula tetap sama.
Perbedaan tersebut memunculkan dugaan adanya manipulasi data registrasi tanpa prosedur validasi ulang, yang merupakan pelanggaran serius dalam regulasi produk kosmetik dan obat.
Berdasarkan Pasal 435 UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pelaku produksi atau distribusi produk farmasi dan alat kesehatan ilegal dapat dihukum maksimal 12 tahun penjara.
Selain hukuman badan, pelanggar juga bisa dikenakan denda hingga Rp5 miliar, terutama jika terbukti membahayakan kesehatan masyarakat luas.
Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, menyoroti risiko penggunaan skincare injeksi yang beredar bebas di pasaran tanpa pengawasan medis resmi.
Ia menegaskan, produk yang diaplikasikan dengan jarum suntik harus dikategorikan sebagai obat dan hanya boleh digunakan tenaga medis profesional.
“Penggunaan produk non-steril melalui injeksi oleh pihak non-medis bisa memicu infeksi serius, alergi berat, bahkan kerusakan organ dalam,” ujar Taruna.
Kasus ini memicu kehebohan di media sosial, terutama di kalangan konsumen setia Glafidsya yang mengaku terkejut dan merasa khawatir akan keamanan produk tersebut.
Pakar kesehatan juga mengingatkan, konsumen wajib memeriksa legalitas skincare melalui situs resmi BPOM sebelum membeli, demi menghindari risiko kesehatan jangka panjang.
Hingga kini, pihak Reza Gladys belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan pelanggaran ini, sementara BPOM memastikan proses hukum akan berjalan transparan.
Penulis Lakalim Adalin
Editor Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar