Panggung bisnis Indonesia pernah dihebohkan saat raksasa teh Sariwangi tumbang. Utang triliunan rupiah menyeret merek legendaris ini ke jurang kebangkrutan yang memalukan.
Bukan produknya yang gagal, tapi keputusan investasi nekat. Dana miliaran dialirkan ke proyek irigasi dan perkebunan, namun hasilnya tak mampu menutup biaya besar yang membengkak.
Utang ke bank internasional seperti HSBC, ICBC, dan Rabobank menekan dari segala sisi. Arus kas kering, laporan keuangan berantakan, dan pengelolaan anggaran nyaris tanpa arah.
Publik terkejut. Bagaimana merek yang dulunya jadi simbol teh celup Indonesia bisa terjerembab begitu dalam? Jawabannya: kesalahan strategi yang dibiarkan tanpa koreksi.
Namun drama ini tak berakhir tragis. Setelah diakuisisi dan direstrukturisasi, Sariwangi kembali bangkit. Tim baru mengubah arah bisnis dengan manajemen keuangan super disiplin.
Setiap pengeluaran kini diawasi ketat, setiap rupiah diukur produktivitasnya. Tak ada lagi investasi asal-asalan yang mengorbankan arus kas perusahaan demi proyek prestise.
Pelajaran ini menusuk para pengusaha: tim keuangan bukan sekadar pencatat angka, tapi otak pengambil keputusan strategis untuk menjaga nyawa bisnis tetap berdetak.
Bangkitnya Sariwangi mengajarkan bahwa kegagalan bukan akhir. Dengan data yang tepat, strategi jitu, dan keberanian merombak sistem, perusahaan bisa kembali memimpin pasar.
Kini, Sariwangi tak hanya selamat, tapi menguasai lagi tahta industri teh. Dari drama pahit menuju kemenangan manis, kisahnya layak jadi inspirasi bisnis nasional.
Penulis: Lakalim Adalin
Editor: Arianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar